Era Nga'a, Nga'a. Era Jigga Perai = Ada makan, makan. Ada Kerja, lari.
Mai ma Nginu ai ko = Mari minum Air dulu
Dai Meringi lodo de = Hari ini dingin sekali
Menganga = lapar
Kae nga'a = tangan
Kae Jalla = kaki
Kattu = kepala
Ru Kattu = rambut
Bole meda'u = jangan takut
Mai we di ma Jigga hela'u-la'u = marilah kita kerja sama-sama
Nginu Kowi ko = minum kopi dulu
Dai ta bale ke ya = saya ingin pulang
Dai haja ya nga au = aku sangat sayang kamu
bole bani nga ya = jangan marah dengan saya
Dai Banni iye aulodo de = cantik sekali kamu hari ini/ kamu cantik sekali hari ini
Dai Padda ade ya = aku sangat sakit hati (kecewa).
Jammiae = pagi
Hedai Manu = daging ayam
Hedai wawi = daging babi
hedai Ngaka = daging anjing
Hedai nadu'u = daging ikan
hedai Hapi = daging sapi
Deo : Tuhan/Allah
Muri Di = Tuhan Yesus
Deo Ama = Allah Bapa
Deo Ana= Allah Anak
Mai Ma de = mari sini, mari kemari, ayo kesini
do tarra-tarra = sungguh-sungguh
Bole pe Kale lai = jangan cari masalah
Bole pe hala = jangan berkelahi
Ado do iye kiri pe hala = tidak baik kalau berkelahi
"Kemerdekaan Sejati bukanlah HAK untuk melakukan apa yang anda inginkan, Sebaliknya, itu adalah kekuatan untuk melakukan apa yang seharusnya anda lakukan"
Jumat, 19 Juli 2013
Sedikit mengetahui Bahasa Sabu NTT
Ta lami? = mau kemana?
Ta la Pehia ko = mau jalan-jalan dulu
Pehia lami?= jalan-jalan kemana?
la kale bara la mall ko = mau cari pakaian di mall dulu
Nga'a = makan
Mai ma nga'a = mari makan
Nga'a nga ninga? = makan dengna apa?
Nga'a nga hedai = makan dengan daging
Menganga = lapar
ya = saya
au = kamu/lu
nadu? =siapa?
meda'u = takut
bole meda'u = jangan takut
bajji = tidur
mai we ma bajji = mari tidur/ ayo mari tidur
Ta nga? = kenapa?
Di = kita
Hedai = daging
Ngallu = angin
Madda = Malam
Ta la Pehia ko = mau jalan-jalan dulu
Pehia lami?= jalan-jalan kemana?
la kale bara la mall ko = mau cari pakaian di mall dulu
Nga'a = makan
Mai ma nga'a = mari makan
Nga'a nga ninga? = makan dengna apa?
Nga'a nga hedai = makan dengan daging
Menganga = lapar
ya = saya
au = kamu/lu
nadu? =siapa?
meda'u = takut
bole meda'u = jangan takut
bajji = tidur
mai we ma bajji = mari tidur/ ayo mari tidur
Ta nga? = kenapa?
Di = kita
Hedai = daging
Ngallu = angin
Madda = Malam
Bagaimana Kita Mengasihi Tuhan? Bagian II
Mari kita melihat Apa yang Alkitab katakan mengenai Kasih. ketika orang-orang Farisi berkumpul dan salah satu seorang ahli taurat berkata untuk mencobai Yesus mengenai hukum manakah yang terutama yang terdapat dalam Hukum Taurat (Mat 22:34-40), apa yang Yesus katakan? Yesus menekankan yang terutama ialah Mengasihi Tuhan, kemudian dalam ayat yang 39 dikatakan Kasihilah sesamamu manusia. Siapakah sesamamu manusia disini? mari kita coba melihat pertanyaan seseorang yang megajukan pertanyaan mengenai siapakah sesamaku manusia dalam kisah Orang samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37) dalam kasus ini berawal dari seorang ahli taurat bertanya bagaimana mendapatkan hidup yang kekal, dan kemudian Yesus berbalik dan bertanya mengenai apa yang tertulis dalam hukum taurat, dan ia pun menjawab mengenai hukum pertama mengenai Mengasihi Allah dan kedua mengenai mengasihi sesamamu manusia. dan dilanjutkan dengan pertanyaan dari ahli taurat tu tentang siapakah sesamaku manusia. dan dilanjutkan oleh Yesus dengan perumpamaan orang samaria yang murah hati yang kemudian datang menolong orang yang dikeroyok oleh sekelompok penyamun, ia membawa dan mengobatinya hingga sembuh.
Dari perumpamaan ini kita mendapat kesimpulan bahwa mengasihi disini ialah yang datang dari dalam hati yang tulus dan pengenalan akan Kristus. apa yang dikatakan dalam hukum pertama mengenai kasih adalah itu merupakan patokan utama kita sebagai orang kristen. bagaimana mungkin kita bisa mengasihi sesama kita jika kita tidak mengasihi Allah terlebih dahulu. Ingat! apa yang dikatakan Allah dengan kalimat mengasihi? apakah hanya sekedar mengasihi dengan tindakan kecil atau hanya pengakuan dimulut saja? bukankah Alkitab berkata agar kita dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan, dan dengan segenap akal budi kita? apa maksudnya ini? apakah ini hanya sekedar kata-kata biasa saja? tentunya tidak. tentunya Allah menekankan bahwa ketika kita mengambil keputusan untuk mengasihi Tuhan, artinya kita menaruh keseluruhan hidup kita untuk mengasihi Tuhan. bukan hanya sekedar mengasihi, tetapi mengasihi dengan Power Full. sebab ketika kita mengasihi Allah dengan segala keseluruhan hidup kita, maka kasih yang dari Allah itu akan turun dalam kehidupan kita dan kemudian itu kita pancarkan melalui tindakan kita kepada sesama kita. sebab bagaimana seseorang berkata bahwa saya mengasihi sesama saya sedangkan ia tidak mengasihi Tuhan? oleh sebab itu. bagaimana kita dapat mengasihi sesama kita ialah dengan cara kita terlebih dahulu mengasihi Allah.
kita tidak dapat mengaihi musuh kita, kita tidak dapat mengasihi orang-orang yang menyakiti hati kita jika kita memiliki pengenalan akan Kasih Allah dalam kehidupan kita dan jika kita juga tidak mengasihi Allah secara utuh. ingatlah Orang samaria yang tadi, apa yang ia lakukan? apakah ia mengenal orang itu? tentunya tidak. lalu apa yang ia lakukan? ia membawanya, dengan penuh tanggung jawab ia pergi mengobati ke kota hingga sembuh. ini adalah suatu bentuk atau tindakan nyata dari cara kita mengasihi sesama kita manusia. bukan hanya sebatas orang-orang yang kita kenal saja, namun mereka yang perlu kita kasihi adalah mereka yang tidak mendapat kasih dari orang Lain dan kita datang dengan Kasih yang dari pada Allah, dan melalui kasih itu kita dapat memperkenalkan kasih Allah itu lewat hidup kita kepada banyak orang.
Dari perumpamaan ini kita mendapat kesimpulan bahwa mengasihi disini ialah yang datang dari dalam hati yang tulus dan pengenalan akan Kristus. apa yang dikatakan dalam hukum pertama mengenai kasih adalah itu merupakan patokan utama kita sebagai orang kristen. bagaimana mungkin kita bisa mengasihi sesama kita jika kita tidak mengasihi Allah terlebih dahulu. Ingat! apa yang dikatakan Allah dengan kalimat mengasihi? apakah hanya sekedar mengasihi dengan tindakan kecil atau hanya pengakuan dimulut saja? bukankah Alkitab berkata agar kita dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan, dan dengan segenap akal budi kita? apa maksudnya ini? apakah ini hanya sekedar kata-kata biasa saja? tentunya tidak. tentunya Allah menekankan bahwa ketika kita mengambil keputusan untuk mengasihi Tuhan, artinya kita menaruh keseluruhan hidup kita untuk mengasihi Tuhan. bukan hanya sekedar mengasihi, tetapi mengasihi dengan Power Full. sebab ketika kita mengasihi Allah dengan segala keseluruhan hidup kita, maka kasih yang dari Allah itu akan turun dalam kehidupan kita dan kemudian itu kita pancarkan melalui tindakan kita kepada sesama kita. sebab bagaimana seseorang berkata bahwa saya mengasihi sesama saya sedangkan ia tidak mengasihi Tuhan? oleh sebab itu. bagaimana kita dapat mengasihi sesama kita ialah dengan cara kita terlebih dahulu mengasihi Allah.
kita tidak dapat mengaihi musuh kita, kita tidak dapat mengasihi orang-orang yang menyakiti hati kita jika kita memiliki pengenalan akan Kasih Allah dalam kehidupan kita dan jika kita juga tidak mengasihi Allah secara utuh. ingatlah Orang samaria yang tadi, apa yang ia lakukan? apakah ia mengenal orang itu? tentunya tidak. lalu apa yang ia lakukan? ia membawanya, dengan penuh tanggung jawab ia pergi mengobati ke kota hingga sembuh. ini adalah suatu bentuk atau tindakan nyata dari cara kita mengasihi sesama kita manusia. bukan hanya sebatas orang-orang yang kita kenal saja, namun mereka yang perlu kita kasihi adalah mereka yang tidak mendapat kasih dari orang Lain dan kita datang dengan Kasih yang dari pada Allah, dan melalui kasih itu kita dapat memperkenalkan kasih Allah itu lewat hidup kita kepada banyak orang.
Benarkah Kita Mengasihi Tuhan? bagian I
Berbicara mengenai KASIH ini sudah tidak asing lagi,
baik dikalangan orang tua maupun anak-anak sudah mendengar mengenai kata ini. Bagaimana
mengasihi sesama.. bagimana mengasihi seorang yang menyakiti hati kita,
bagaimana mengasihi orang yang sangat membenci kita dan berbagai macam kasih
lainnya. Saya memiliki seorang sahabat, ia memiliki seorang kekasih dan ia
begitu mengasihi dan mencintainya, dan merekapun berjanji untuk saling setia
hingga suatu saat mereka bercita-cita memiliki keluarga atau rumah tangga yang
bahagia. Tapi dengan seiring berjalannya waktu, kebosanan demi kebosanan pun
mulai datang. Dan akhirnya kekasihnya pun pergi dan menghianati dia. Dan akibatnya
itu menimbulkan kebencian yang sangat mendalam dalam dirinya. Ia tidak lagi
ingin bertemu dengan mantan kekasihnya itu. Bahkan ia mengatakan bahwa ia akan
membencinya seumur hidup. Saat itu saya belum begitu lama bersahabat dengannya.
Dan kemudian setelah sekian lama ia datang kepada saya dan memberikan setiap
keluhannya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa “tidakkah kamu harus bersyukur?
Coba kamu lihat dirimu, ketika engkau mulai membenci orang itu maka kesedihan
itu akan terus ada dalam hatimu karena engkau tidak mau mengampuni dia”. Saya terus
menerus berusaha untuk menghiburnya, namun saya melihat bahwa begitu besar
kebencian yang ada dalam hatinya. Dan itu membuat dia menjadi depresi. Satu lagi
kejadian, seorang yang sudah bersahabat sejak lama, dan ini tentunya bukan lagi
hal yang biasa. Mereka bersahabat begitu lama, namun suatu saat merekapun
terlibat perseteruan dan akibatnya mereka menjadi bermusuhan, dan masing-masing
menceritakan kejelekan masing-masing, sehingga mereka memilih untuk tidak lagi
berdamai. Dari contoh ini, ini hanyalah sebagian kecil contoh dimana ada begitu
kebencian yang hebat didalamnya. Tentunya setiap orang ketika berada dalam posisi
demikian tentunya akan melakukan hal-hal yang demikian pula.
Saya
hanya ingin mencoba memberikan pemahaman kita mengenai betapa pentingnya kita
mengasihi, terutama kita sebagai umat kristiani. Bukankan kita sudah
mendengarnya sejak kecil bagaiamana kita harus mengasihi orang lain,
diceritakan disekolah minggu bahkan dirumah. Namun apakah itu kita aplikasikan
dalam hidup kita? Dan bagaimana kita mengatakan saya adalah orang Kristen, saya
sangat mengasihi Tuhan, saya sangat mengasihi teman saya bahkan musuh saya! Apakah
benar demikin? Bagaimana kita
membuktikannya bahwa kita mengasihi Tuhan dan sesame kita? Apakah kita
mengasihi sebatas karena orang lain mengasihi kita dan apakah kita mengasihi
dikarenakan mereka adalah orang yang pantas dikasihi dan yang lainnya tidak? Lalu
apa makna mengasihi sesungguhnya? Dan apakah kita hanya bisa mengasihi orang
yang kita kenal saja?
Pertanyaan-pertanyaan
seperti ini banyak diberikan kepada kita. Dan mungkin dari pertanyaan ini kita
akan mengambil kesimpulan bahwa ya… saya bisa mengasihi.
KEUNGGULAN KHOTBAH EKSPOSITORI
1.
Firman Allah diajarkan: jadi seorang pengkhotbah ekspositori
harus terleih dahulu bergumul
dengan nas Alkitab. Oleh sebab itu
seorang pengkhotbah seperti ini harus lebih banyak mempelajari Firman Allah. Jadi melalui khotbah ini
pendengar atau jemaat tidak hanya
sekedar mendengar mengenai teori ataupun
filsafat berkhotbah, tetapi mereka juga bisa belajar Firman Allah. Karena disini
nas Alkitab menjadi pusat dari khotbah itu sendiri dan setiap jemaat yang
mendengarkannya pun memiliki kesempatan untuk lebih sering bertemu dengan
Firman Allah. Jadi melalui khotbah ekspositori ini pengkhotbah dan pendengar
memiliki pertumbuhan secara bersama-sama
secara Alkitabiah. Khotbah ini juga lebih menekankan inti utama dari Alkitab
itu sendiri dan mendorong kepada para
jemaat untuk memperhatikan setiap teks Alkitab.
2.
Perhatian Pengkhotbah diluaskan. Jika kita berkhotbah ekspositori secara berseri bagian yang biasanya tidak dikhotbahkan juga
harus dikhotbahkan. Oleh karena itu
sebagai seorang pengkhotbah harus memperhatikan dan mempelajari teks ALkitab yang
biasanya tidak dipelajari. Artinya ia harus mengkhotbahkan teks yang tidak
ditekankan juga. Proses ini dapat memperluaskan khotbah kita, karena teks
Alkitab yang baru dipelajari dan
perhatian kita menjadi lebih luas. Biasanya para pengkhotbah memiliki tema yang
ditekankan dan disukai, itu dikarenakan mereka tidak memiliki banyak
pengetahuan tentang isi yang lainnya. Jadi jika kita ingin mengetahui lebih
banyak tentang Alkitab, maka kita harus memiliki minat , karena kita berminat
banyak, maka kita akan sungguh-sungguh belajar. Untuk berkhotbah
ekspositori jika kita belajar atau
bergumul dengan yang ada diluar minat kita, kita akan memperhatikan tema yang
baru dan akan belajar tentang berbagai bagian tema.
Misalnya: Kalau seorang pengkhotbah mau menafsirkan kitab
Pengkhotbah secara ekspositori, ia pasti menemukan isi yang biasanya tidak
diminati. Oleh karena itu Pengkhotbah masuk ke bagian tema yang baru, dan ini
menjadikan pengkhotbah lebih bervariasi. Tetapi jika Pengkhotbah berkhotbah
secara topical saja, pengkhotbah selalu menekankan tema yang disukainya dan berkhotbah searah
saja. Lalu kemudian para pendengar merasa bosan tentang tema yang
diulang-ulang. Biasanya pengkhotbah merasa tema yang dia bawakan berulang itu
merasa penting baginya namun ternyata tidak selalu disukai oleh pendengar.
3.
Subyektifitas Pengkhotbah diatasi. Pengkhotbah ekspositori juga ternyata dapat mencegah
pengkhobah jatuh kedalam pikiran
subyektifdiri sendiri yang dikarenakan oleh cara khotbah itu sendiri. Dan akibatnya
khotbha kita tidak dapat menjadi obyektif total. Jika kita berkhotbah, kita akn
sulit untuk berbebas dari subyektifitas pengkhotbah secara total. Tetapi pengkhotbah
dapat mengecilkan subyektivitas yang dimilikinya melalui khotbah ekspositori.
4.
Kesulitan Memilih teks dipecahkan. Jika
berkhotbah dengan cara ekspositori berseri , teks yang dikhotbahkan berikutnya
sudah ada di dalam urutannya. Biasanya kesulitan
para pengkhotbah adalah dengan topic apa yang akan dikhotbahkan minggu depan. Tetapi
jika kita berkhotbah secara ekspositori, waktu untuk memilih teks dapat dipakai
untuk menyiapkan khotbah.
5.
Pengkhotbah diyakinkan. pengkhotbah ekspositori dapat mencegah pemikiran
pribadi pengkhotbah. Jadi khotbah itu menjadi kerygma Allah yang benar dan
pengkhotbah meyakinkan diri bahwa inilah pesan dari Allah dan bukan hanya pesan
si pengkhotbah sendiri.
Jumat, 12 Juli 2013
ATURAN WAJIB “CURHAT”
“Tidak…
Gimana bisa temen sekelas tahu masalah gw? Gw kan Cuma cerita ama si Dian
doank. Hmm curhak mank gak boleh sembarangan Sob, You Should know the Rule”. Yukkk kita simak aturannya dalam
memberikan curhatan kita:
Pilih-pilih Temen
Jangan
curhat kesembarang orang. Pastikan orang tersebut dapat dipercaya dan dapat
memegang rahasia kita. Jika kita salah memilih temen curhat, maka curhatan kita
bisa tersebra kemana-mana dan tentunya kita nggak mau donk pastinya. Iya kan???
Nggak saat emosi
Nah…
satu pertanyaan nh… apa sih yang menjadi tujuan kita jika kita ingin curhat? Kita
pengennya dapet solusi atas masalah kita ato pengen share aja? Pastinya nggak
buat ngejelek-jelekin orang lain kan? Kalo tujuanmu biar dapet solusinya,
pastikan orang yang kamu curhatin itu bisa ngasih solusi yang baik buat kamu. Tapi
kalo tujuanmu untuk berbagi rasa, pastikan orang yang kamu curhatin bisa bikin
suasana hatimua menjadi lebih baik.
Konteks Yang semibang
Curhat
bisa menambah kedekatan kita dengan sahatab terkasih. Tapi jangan terlalu
berlebihan dalam membuka diri sob. Hingga sohib kita tahu segala sesuatu
tentang hidup kita. Cukup hanya sejauh lawan bicara saja.
Kontekstual Perjanjian lama
Konteks Perjanian Lama
Kata
“konteks’ berasal dari bahasa latim con yang
berarti “bersama-sama menjadi satu” dan textus
yang berarti “tersusun/terjalin”. Secara harafiah berarti “yang
terjalin/tersusun bersama-sama menjadi satu kesatuan”. Dalam arti yang lebih
luas sebagaimana dipahami dalam ilmu penafsiran Alkitab, konteks juga berarti
situasi kemanusiaan dan kesejarahan yang empiris diluar teks yang turut melatar belakangi terbentuknya suatu teks serta ikut memperngaruhi maksud dari teks trsebut.
1.
Masyarakat dan
umat Israel
Konteks PL yang paling utama ialah kehidupan bangsa
Israel baik sebagai suatu masyarakat maupun sebagai suatu umat. Sebagai suatau
masyarakat, Kehidupan bangsa Israel tidak banyak berbeda dari kehidupan
masyarakat-masyarakat lain disekitar maupun yang berada diseluruh Asia barat
daya kuno. Memang tentu saja ada hal-hal yang khusus dalam
masyarakat-masyarakat lai. Adat istiadat, mata pencaharian, bentuk dan susunan
kemasyarakatan , pranata-pranata kemasyarakatan, system pendidikan, lembaga
peradilan, system politik dan sebagainya, mempunyai kesamaan dengan
masyarakat-masyarakat disekitarnya.
Masyarakat Israel tidak terlepas dari
masalah-masalah social yang dihadapi oleh masyarakat umum saat itu, seperti
masalah perbudakan, perbedaan social antara yang kaya dan yang miskin,
perbedaan gaya hidup antara masyarakat kota dan masyarakat pedesaan,
masalah-masalah perlakuan pada orang asing, masalah-masalah dilapangan hukum
dan keadilan, kecenderngan untuk mengabaikan hukum resmi (dalam hal ini Torah) dalam masyarakat,
konflik-konflik social, masalah dekadensi moral dan sebagainya. Hal tersebut
dapat diketahui dari sentilan-sentilan yang dikemukakan oleh para nabi atau
para penulis kitab-kitab PL.
Dipihak lain kehidupan Israel sebagai umat Allah jelas
berbeda dari umat-umat beragama lain yang berada disekitarnya. Ini dikarenakan
atas kepercayaan Bangsa Israel yang monoteistis ketimbang dengan bangsa
disekitarnya yang menyembah kepada banyak dewa-dewi atau yang bersifat
politestis yang khusus. Kepercayaan kepada
Yahweh ini jelas menghendaki suatu perilaku etis yang khusus pula. Dan hal ini
dapat kita temukan dalam kumpulan-kumpulan kitab taurat didalam lima kita kitab
Musa (Pentateukh).
Namun walaupun demikian, kita juga mendengar
kritikan yang tajam dari para nabi Israel bahwa Israel adalah umat yang keras
kepala, tegar tengkuk dan berkepala batu (Yes 48:4; Yer 17:23; 19:15; Yeh 3:7),
dimana mereka berulang kali murtad terhadap Tuhan dan mereka kembali berbalik
menyembah dewa-dewa lain atau disebut sebagai penyembah berhala orang kafir. Mungkin
saat ini ada penelitian yang negative yang sama terhadap umat Israel dan turut
menghakimi mereka. Namun timbul pertanyaan, mengapa suatu umat yang dipilih
oleh Allah sendiri untuk menjadi umat kesayanganNya bisa berperilaku seperti
ini? Dapat dimengerti sikap yang oleh para nabi disebut sebagai “sikap keras
kepala” bila kita juga memahami dengan
baik kehidupan sehari-hari Israel sebagai suatu masyarakat. Sikap seperti itu
terbentuk akibat lemahnya system pendidikan iman Israel, tantang dan kesukaran
hidup yang dialami sehari-hari oleh setiap individu Israel dan kenyataan bahwa
kepercayaan kepada Yahweh kurang dihayati dengan sungguh oleh kebanyakan orang
Israel.
-
Pdt. Dr.
Marthinus Theodorus Mawenr, Perjanjial
Lama & Teologi Kontekstual. Jakarta: BPK Gunung Mulia 2012
Kamis, 11 Juli 2013
Letting Go
Tuhan Yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan!" Ayub 1:21
Putus Cinta.. Oh no! Dunia serasa suram.. gak ada lagi hari bersama si dia. Rasanya pasti sedih tapi kita harus bisa letting go, meski nggak rela dan gak siap "biarkan dia pergi...". Hanya itulah satu-satuny cara supaya kita bisa memulai lembaran hidup yang baru. Ternyata dalam banyak hal kita harus belajar untuk letting go atau rela untuk melepaskan sesuatu. Ketika apa yang kamu punya, apa yang kamu sayang diambil oleh Tuhan, bisakah kamu merelakannya? ataukah kamu nangis-nangis mohon supaya hal yang kita sayangi itu gak diambil oleh Tuhan? Belajar dari Ayub sob. Tokoh ini gak berhenti ngasih inspirasi buat anak muda kayak kita.
Dari sosok Ayub kita belajar tentang letting go. Kebayang nggak gimana perasaan Ayub ketika harus ngerelain harta bendanya lenyap seketika. Belom lagi kematian anak-anaknya yang ia sayang banget. Sangat sulit bagi Ayub untuk merelakan itu semua terjadi, namun satu hal yang menguatkannya "TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!". Tuhannlah yang empunya segala sesuatuyang kita miliki. Tuhanlah pemilik sesungguhnya dari orang-orang yang kita sayangi. Kita nih sebenernya nggak punya apa-apa sob, namun semua adalah pemebrian Tuhan. Jadi kita harus bersiap jika sewaktu-waktu apa yang kita miliki diambill oleh Tuhan.
Kenapa sih kita perlu belajar tentang letting go atau melepaskan sesuatu? Bro en Sist, banyak orang yang terjebak dengan masa lalunya dan sulit melangkah maju menuju masa depan karena ia nggak bisa melepaskan sesuatu yang ia sayangi. karena itu jangan berlebihan dalam mencintai sesuatu. Pastikan kita tetap mencintai Tuhan lebih dari segalanya. Dengan begitu, kita nggak akan ngerasa berat jika sesuatu yang kita kasihi diambil. Kita belajar menerima kenyataan dan pastinya nggak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Ada lembaran baru yang harus kita buk, ada hari yang lebih baik yang menunggu kita. Keinginan kita yang mungkin nggak kesampean, biarkan berlalu. Jangan terus meratapi semua itu sebab itu bakal bikin kita melewatkan yang terbaik yang ada dihadapan kit. tegakkan kepalamu dan lihatlah kedepan. Melangkahlah.. jangan menoleh kebelakang lagi dan mantapkan hati untuk kembali bersama dengan Tuhan menjalani hari demi hari.
("Future Generation')
Putus Cinta.. Oh no! Dunia serasa suram.. gak ada lagi hari bersama si dia. Rasanya pasti sedih tapi kita harus bisa letting go, meski nggak rela dan gak siap "biarkan dia pergi...". Hanya itulah satu-satuny cara supaya kita bisa memulai lembaran hidup yang baru. Ternyata dalam banyak hal kita harus belajar untuk letting go atau rela untuk melepaskan sesuatu. Ketika apa yang kamu punya, apa yang kamu sayang diambil oleh Tuhan, bisakah kamu merelakannya? ataukah kamu nangis-nangis mohon supaya hal yang kita sayangi itu gak diambil oleh Tuhan? Belajar dari Ayub sob. Tokoh ini gak berhenti ngasih inspirasi buat anak muda kayak kita.
Dari sosok Ayub kita belajar tentang letting go. Kebayang nggak gimana perasaan Ayub ketika harus ngerelain harta bendanya lenyap seketika. Belom lagi kematian anak-anaknya yang ia sayang banget. Sangat sulit bagi Ayub untuk merelakan itu semua terjadi, namun satu hal yang menguatkannya "TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!". Tuhannlah yang empunya segala sesuatuyang kita miliki. Tuhanlah pemilik sesungguhnya dari orang-orang yang kita sayangi. Kita nih sebenernya nggak punya apa-apa sob, namun semua adalah pemebrian Tuhan. Jadi kita harus bersiap jika sewaktu-waktu apa yang kita miliki diambill oleh Tuhan.
Kenapa sih kita perlu belajar tentang letting go atau melepaskan sesuatu? Bro en Sist, banyak orang yang terjebak dengan masa lalunya dan sulit melangkah maju menuju masa depan karena ia nggak bisa melepaskan sesuatu yang ia sayangi. karena itu jangan berlebihan dalam mencintai sesuatu. Pastikan kita tetap mencintai Tuhan lebih dari segalanya. Dengan begitu, kita nggak akan ngerasa berat jika sesuatu yang kita kasihi diambil. Kita belajar menerima kenyataan dan pastinya nggak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Ada lembaran baru yang harus kita buk, ada hari yang lebih baik yang menunggu kita. Keinginan kita yang mungkin nggak kesampean, biarkan berlalu. Jangan terus meratapi semua itu sebab itu bakal bikin kita melewatkan yang terbaik yang ada dihadapan kit. tegakkan kepalamu dan lihatlah kedepan. Melangkahlah.. jangan menoleh kebelakang lagi dan mantapkan hati untuk kembali bersama dengan Tuhan menjalani hari demi hari.
("Future Generation')
ABG LABIL
Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu.(Mazmur 119:100)
Orang sering menyebut anak muda dengan macam-macam. Salah satunya, Anak Baru Gede alias ABG. kini muncul lagi sebutan ABG baru alias ABG labil alias Ababil. Hehe.. kok bisa disebut gitu ya? itu karena perasaannya yang mudah berubah-ubah, gampang jadi galau, gampang tersulut emosi, dan kalo udah begitu pasti diungkapin keseluruh dunia, entah itu lewat facebook, twiter, bahkan youtube. Udah itu efeknya pasti kemana-mana, ke study, ke pelayanan, ke hubungan sama ortu dan yang lainnya. Aduh, gak banget deh kalo karena hal kecil, banyak hal jadi kacau... Suasana hati yang gak stabil itulah yang bikin anak muda dapat sebutan "labil". kalo udah "labil" gitu mana bisa jadi teladan?
Firman Tuhan Jelas nasehatin kita anak muda supaya jadi teladan. Tapi hanya orang-orang yang stabil saja yang bisa kasih teladan yang baik.Nggak mungkin kan kita bisa jadi teladan kalo status-status kita di FB pake bahasa-bahasa planet yang isinyta omelan ato ungkapan amarah. Nggak mungkin juga kita bisa jadi teladan kalo nilai pelajaran kita jeblok gara-gara mood yang lagi gak baik. seorang yang jadi teladan adalah seorang yang dewasa. Dewasa bukan berbicara soal usia namun pola pikir. Nggak semua ABG labil, banyak juga mereka yang masih muda namun memiliki pola pikir yang dewasa dan punya pengendalian diri yang baik. Banyak juga anak muda yang hikmat dan kebijaksanaannya melebihi orang-orang tua. Dan inilah yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita.
Firman Tuhan nasehatin kita anak muda "peroleh hikmat, perolehlah pengertian, jangan lupa dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku". Jangan ngokut arus anak muda yang labil namun jadilah pribadi yang stabil dengan memperoleh hikmat Tuhan. Hikmat TUHAN akan menjadikan kita lebih berpengetahuan, dan kita pun semakin mengerti bagaimana bertindak yang benar, bagaimana menjadi teladan, dan memberi dampak positif bagi orang lain. Jika ABG labil hanya berpusat pada dirinya, maka anak mudanya Allah yang stabil akan memikirkan bagaimana supaya hidupnya menjadi berkat buat orang lain. Emosinya lebih terkendali, nggak mudah terbawa oleh suasana hatinyadan tetap konsisten. Jangan jadi labil yah sob... jangan biarkan suasana hatimu merusak banyak hal dihidupmu.
('Future Generation')
Orang sering menyebut anak muda dengan macam-macam. Salah satunya, Anak Baru Gede alias ABG. kini muncul lagi sebutan ABG baru alias ABG labil alias Ababil. Hehe.. kok bisa disebut gitu ya? itu karena perasaannya yang mudah berubah-ubah, gampang jadi galau, gampang tersulut emosi, dan kalo udah begitu pasti diungkapin keseluruh dunia, entah itu lewat facebook, twiter, bahkan youtube. Udah itu efeknya pasti kemana-mana, ke study, ke pelayanan, ke hubungan sama ortu dan yang lainnya. Aduh, gak banget deh kalo karena hal kecil, banyak hal jadi kacau... Suasana hati yang gak stabil itulah yang bikin anak muda dapat sebutan "labil". kalo udah "labil" gitu mana bisa jadi teladan?
Firman Tuhan Jelas nasehatin kita anak muda supaya jadi teladan. Tapi hanya orang-orang yang stabil saja yang bisa kasih teladan yang baik.Nggak mungkin kan kita bisa jadi teladan kalo status-status kita di FB pake bahasa-bahasa planet yang isinyta omelan ato ungkapan amarah. Nggak mungkin juga kita bisa jadi teladan kalo nilai pelajaran kita jeblok gara-gara mood yang lagi gak baik. seorang yang jadi teladan adalah seorang yang dewasa. Dewasa bukan berbicara soal usia namun pola pikir. Nggak semua ABG labil, banyak juga mereka yang masih muda namun memiliki pola pikir yang dewasa dan punya pengendalian diri yang baik. Banyak juga anak muda yang hikmat dan kebijaksanaannya melebihi orang-orang tua. Dan inilah yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita.
Firman Tuhan nasehatin kita anak muda "peroleh hikmat, perolehlah pengertian, jangan lupa dan jangan menyimpang dari perkataan mulutku". Jangan ngokut arus anak muda yang labil namun jadilah pribadi yang stabil dengan memperoleh hikmat Tuhan. Hikmat TUHAN akan menjadikan kita lebih berpengetahuan, dan kita pun semakin mengerti bagaimana bertindak yang benar, bagaimana menjadi teladan, dan memberi dampak positif bagi orang lain. Jika ABG labil hanya berpusat pada dirinya, maka anak mudanya Allah yang stabil akan memikirkan bagaimana supaya hidupnya menjadi berkat buat orang lain. Emosinya lebih terkendali, nggak mudah terbawa oleh suasana hatinyadan tetap konsisten. Jangan jadi labil yah sob... jangan biarkan suasana hatimu merusak banyak hal dihidupmu.
('Future Generation')
Lain dulu Lain sekaran
Lagi Naksir
Zaman Dulu: Pura-puranya pinjem buku catatan, cari alesan biar bisa ke rumah doi. balikinnya pun pake di sampulin, ditempelin puisi cinta atau di hias seindah mungkin. berharap doi tahu isi hati kita kalo kita suka dia.
Zaman Sekarang: Semua status doi di FB bakal di-like dan di-koment dengan sangat manis, meskipun statusnya sangat-sangat gak penting.
Minta No HP
Zaman Dulu: Tanya no tlp doi ke temen satu genknya. Kalo udeh dapet, telpon pura-pura tanya PR ato pinjem catatan. Telponnya pun pake acara nukerin duit dulu baru bisa pake nelpon ditelpon umum di seberang jalan.
Zaman Sekarang: Tanya no HP ja nggak lagi butuh telpon rumah. Kalo udah dapet nomor hapenya, sms aja dulu. Nggak PD kalo langsung nelpon. diawali dengan topik nggak guna seperti "lagi ngapain?". Kalo gak dibales rasanya pengen nelen HP bulet-bulet sambil dicocolin sambel dikit.... Kalo doi bales, sms bakal berlanjut ke telpon-telponan. Apalagi kalo pake provider yang sama, udah dah, kayak jalan tol aja tuh..
Ribut Sama Pacar
Zaman Dulu: Berhari-hari nggak nelpon. Ribut lebinh banyak langsung tatap muka. Bisa di rumah, bisa di tempat umum dan jadi tontonan gratis. Kalo putus kabar gak cepet tersebar.
Zaman Sekarang: Berantem via SMS sampe inbox penuh. mata udah ngantuk banget juga doi masih SMS terus lanjutin berantem. Nggak cukup disitu, status di FB yang tadinya in a relationship..... tau-tau aja jadi single. Perubahan status seperti ini yang kemudian jadi cela para oportunis.. hahahahahahah
Zaman Dulu: Pura-puranya pinjem buku catatan, cari alesan biar bisa ke rumah doi. balikinnya pun pake di sampulin, ditempelin puisi cinta atau di hias seindah mungkin. berharap doi tahu isi hati kita kalo kita suka dia.
Zaman Sekarang: Semua status doi di FB bakal di-like dan di-koment dengan sangat manis, meskipun statusnya sangat-sangat gak penting.
Minta No HP
Zaman Dulu: Tanya no tlp doi ke temen satu genknya. Kalo udeh dapet, telpon pura-pura tanya PR ato pinjem catatan. Telponnya pun pake acara nukerin duit dulu baru bisa pake nelpon ditelpon umum di seberang jalan.
Zaman Sekarang: Tanya no HP ja nggak lagi butuh telpon rumah. Kalo udah dapet nomor hapenya, sms aja dulu. Nggak PD kalo langsung nelpon. diawali dengan topik nggak guna seperti "lagi ngapain?". Kalo gak dibales rasanya pengen nelen HP bulet-bulet sambil dicocolin sambel dikit.... Kalo doi bales, sms bakal berlanjut ke telpon-telponan. Apalagi kalo pake provider yang sama, udah dah, kayak jalan tol aja tuh..
Ribut Sama Pacar
Zaman Dulu: Berhari-hari nggak nelpon. Ribut lebinh banyak langsung tatap muka. Bisa di rumah, bisa di tempat umum dan jadi tontonan gratis. Kalo putus kabar gak cepet tersebar.
Zaman Sekarang: Berantem via SMS sampe inbox penuh. mata udah ngantuk banget juga doi masih SMS terus lanjutin berantem. Nggak cukup disitu, status di FB yang tadinya in a relationship..... tau-tau aja jadi single. Perubahan status seperti ini yang kemudian jadi cela para oportunis.. hahahahahahah
Humor "Siapa Yang Terhebat"
Wikipedia: Aku tahu semuanya.
Facebook: Aku kenal dengan semua orang.
Google: Aku Punya semuanya.
Mozilla: Tanpa aku kalian tidak bisa di akses.
Explorer: Kan aku masih ada.
Mozilla: Apaan sih kamu! ganggu acara orang aja!
.
Internet: Sudah-sudah, jangan banyak ngomong kalian semua. kalau tidak ada aku, kalian semua tidak bakal ada.
Facebook: Huh, yang paling sering dikunjungi kan aku, jadi aku yang terbaik.
Yahoo: Facebook .. ingat! tanpa aku kamu gak akan bisa buat e-mail.
Google: Yahoo, tidak hanya kamu, Aku juga bisa buat e-mail.
Internet: AKu yang paling hebat.
Komputer: Aku paling dewa di sini.
PLN: Brisik kalian semua. Aku matiin nh listriknya.
Genset: Tenang aja.... kan masih ada aku.
PLN: Diem kamu!......
Pertamina: Awas kalian semua, aku stop pasokan BBM baru tau rasa....
Solar cell: Tenang... selama masih ada saya , semuanya aman...
Matahari: eiiitttttt..... Enggak aku kasih sinar baru tahu rasa deh..
Air, Batu Bara, Petir dll: Tenang.... masih ada kami.
Bumi: Kalau gak ada aku, kalian pasti gak akan ada.
Jagad Raya: Kalian semua, kalau gak ada aku, kalian semua gak bakalan ada..
TUHAN: Tanpa Saya, kalian semua tidak pernah ada.....
Facebook: Aku kenal dengan semua orang.
Google: Aku Punya semuanya.
Mozilla: Tanpa aku kalian tidak bisa di akses.
Explorer: Kan aku masih ada.
Mozilla: Apaan sih kamu! ganggu acara orang aja!
.
Internet: Sudah-sudah, jangan banyak ngomong kalian semua. kalau tidak ada aku, kalian semua tidak bakal ada.
Facebook: Huh, yang paling sering dikunjungi kan aku, jadi aku yang terbaik.
Yahoo: Facebook .. ingat! tanpa aku kamu gak akan bisa buat e-mail.
Google: Yahoo, tidak hanya kamu, Aku juga bisa buat e-mail.
Internet: AKu yang paling hebat.
Komputer: Aku paling dewa di sini.
PLN: Brisik kalian semua. Aku matiin nh listriknya.
Genset: Tenang aja.... kan masih ada aku.
PLN: Diem kamu!......
Pertamina: Awas kalian semua, aku stop pasokan BBM baru tau rasa....
Solar cell: Tenang... selama masih ada saya , semuanya aman...
Matahari: eiiitttttt..... Enggak aku kasih sinar baru tahu rasa deh..
Air, Batu Bara, Petir dll: Tenang.... masih ada kami.
Bumi: Kalau gak ada aku, kalian pasti gak akan ada.
Jagad Raya: Kalian semua, kalau gak ada aku, kalian semua gak bakalan ada..
TUHAN: Tanpa Saya, kalian semua tidak pernah ada.....
Rabu, 10 Juli 2013
Masa Kanak-kanak Yesus
Dua Pasal pertama Injil Matius dan Lukas sepakat bahwa Yesus dikandung oleh Maria tanpa campur tangan Yusuf dan bahwa ia adalah keturunan Daud. Meskipun Demikian, terdapat perbedaan-perbedaan penting diantara keduanya. Matius menggambarkan kunjungan orang-orang majus, perjalanan ke Mesir dan tinggal di sana untuk sementara waktu, pembunuhan bayi besar-besaran oleh Herodes Agung--semua diceritakan dari sudut pandang Yusuf. Sedangkan Lukas memuat cerita kelahiran Yohanes pembaptis, kunjungan malaikat kepada Maria, kunjungan para gembala, penyunatan Yesus, penyerahan Bait Allah dan akhirnya catatan tentang percakapan Yesus di Bait Allah pada usia 12 tahun.
Ada beberapa keberatan untuk menganggap cerita-cerita ini sebagai sejarah secara harafiah. Hal tersebut sulit di cocokkan dengan skema waktu yang memuaskan, baik pelarian diri ke Mesir (Matius) maupun kembalinya ke rumah di Nazareth (Lukas). Dalam Kisah tersebut terdapat gambaran yang mustahil mengenai bintang penunjuk jalan dalam perjalanan ke Mesir (Matius) dan ketidakpastian tentang sensus umum dibawah pemerintahan Agustus (Lukas). Sebagai anak seorang tukang kayu sepertinya tidak mungkin Yesus berdebat di Bait Allah pada usia 12 tahun. tidak ada penulisan PB yang lain mengatakan pengetahuannya tentang kehamilan seorang gadis. Menghadapi berbagai kesulitan tentang historisitas ini (perlu di catat bahwa tidak ada tulisan-tulisan sekuler membenarkan kejahatan Herodes membunuh bayi secara besar-besaran). Banyak Sarjana lebih suka memandang cerita-cerita itu sebagai improvisasi Matius dengan dasar naskah-nsakah Perjanjian Lama, sesuai dengan prinsip-prinsip rabinik tentang interpretasi Kitab Suci. Penting artinya bahwa dalam Matius kehendak Allah dinyatakan melalui mimpi seperti yang terjadi pada Yusuf, leluhur PL dan seperti leluhur itu pergi ke Mesir, demikian halnya Yusuf dalam PB. Beberapa sarjana mengakui bahwa sebagai sejarah, cerita itu amat rentan, namun juga di anut bahwa ada inti fakta yang mendorong kedua penginjil memberitakan iaman Kristen mereka tentang Yesus sebagai anak Daud dan Anak Allah. Hal itu mereka lakukan dengan menunjuk kepada Yesus adalah penggenapan nubuat PL. Hidup, kematian dan kebangkitanNya telah diramalkan dan bukan terjadi secara kebetulan. Cerita-cerita itu juga menjawab keberatan bahwa Yesus adalah orang Galilea dan karena itu bukanlah Mesias dan bahwa keadaan pada saat kelahiranNya merupakan hal yang tidak lazim.
Tulisan-tulisan Kristen kemudian hari mengandung banyak sekali fantasi yang merupakan penjabaran dari apa mereka temukan dalam Matius dan Lukas. Banyak diantaranya menjadi dasar kesalehan populer dan menunjukkan anak-anak: kelahiranNya di kandang, duda Yusuf tua dengan anak-anak hasil perkawinan sebelumnya, tiga orang raja dan nama-namanya dan kepercayaan (secara meluas diterima oleh para teolog katolik) bahwa kelahiran secara ajaib itu bukan saja terjadi karena dikandung oleh Roh Kudus melainkan juga sembilan bulan kemudian dilahirkan tanpa melalui atau merusakkan organ-organ fisik Maria.
Teolog-teolog modern mempertahankan bahwa pengandungan oleh seorang dara Merupakan fakta sesungguhnya , percaya bahwa hal itu sesuai dengan tindakan Allah dalam memberi permulaan baru kepada manusia. Kelahiran Yesus yang ajaibmerupakan pemutusan yang menentukan dengan tatanan yang lama. Teolog-teolog yang lain menyatakan bahwa tanpa andil laki-laki akan merupakan kekurangan pada kemanusiaan Yesus. Karena it, mereka cenderung menempatkan cerita-cerita tersebut dalam aliran midrasmungkin terilhami oleh terjemahan LXX atas Yesaya 7:14 yang didalamnya kata Ibr ha’almah (perempuan muda) diterjemahkan dengan parthenos (anak dara, gadis). Yesaya prihatin terhadap kesulitan-kesulitan abad ke-8 sM, bukan pada momen zaman Mesianik di masa depan. Nabi itu menyerukan bahwa dalam waktu Sembilan bulan yaitu pada saat kelahiran Mesias, musuh-mush raja tidak lagi menjadi ancaman dan akan segera terjadi perdamaian (Yes 7:15-16)
Sumber:
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of The Bible) Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Ada beberapa keberatan untuk menganggap cerita-cerita ini sebagai sejarah secara harafiah. Hal tersebut sulit di cocokkan dengan skema waktu yang memuaskan, baik pelarian diri ke Mesir (Matius) maupun kembalinya ke rumah di Nazareth (Lukas). Dalam Kisah tersebut terdapat gambaran yang mustahil mengenai bintang penunjuk jalan dalam perjalanan ke Mesir (Matius) dan ketidakpastian tentang sensus umum dibawah pemerintahan Agustus (Lukas). Sebagai anak seorang tukang kayu sepertinya tidak mungkin Yesus berdebat di Bait Allah pada usia 12 tahun. tidak ada penulisan PB yang lain mengatakan pengetahuannya tentang kehamilan seorang gadis. Menghadapi berbagai kesulitan tentang historisitas ini (perlu di catat bahwa tidak ada tulisan-tulisan sekuler membenarkan kejahatan Herodes membunuh bayi secara besar-besaran). Banyak Sarjana lebih suka memandang cerita-cerita itu sebagai improvisasi Matius dengan dasar naskah-nsakah Perjanjian Lama, sesuai dengan prinsip-prinsip rabinik tentang interpretasi Kitab Suci. Penting artinya bahwa dalam Matius kehendak Allah dinyatakan melalui mimpi seperti yang terjadi pada Yusuf, leluhur PL dan seperti leluhur itu pergi ke Mesir, demikian halnya Yusuf dalam PB. Beberapa sarjana mengakui bahwa sebagai sejarah, cerita itu amat rentan, namun juga di anut bahwa ada inti fakta yang mendorong kedua penginjil memberitakan iaman Kristen mereka tentang Yesus sebagai anak Daud dan Anak Allah. Hal itu mereka lakukan dengan menunjuk kepada Yesus adalah penggenapan nubuat PL. Hidup, kematian dan kebangkitanNya telah diramalkan dan bukan terjadi secara kebetulan. Cerita-cerita itu juga menjawab keberatan bahwa Yesus adalah orang Galilea dan karena itu bukanlah Mesias dan bahwa keadaan pada saat kelahiranNya merupakan hal yang tidak lazim.
Tulisan-tulisan Kristen kemudian hari mengandung banyak sekali fantasi yang merupakan penjabaran dari apa mereka temukan dalam Matius dan Lukas. Banyak diantaranya menjadi dasar kesalehan populer dan menunjukkan anak-anak: kelahiranNya di kandang, duda Yusuf tua dengan anak-anak hasil perkawinan sebelumnya, tiga orang raja dan nama-namanya dan kepercayaan (secara meluas diterima oleh para teolog katolik) bahwa kelahiran secara ajaib itu bukan saja terjadi karena dikandung oleh Roh Kudus melainkan juga sembilan bulan kemudian dilahirkan tanpa melalui atau merusakkan organ-organ fisik Maria.
Teolog-teolog modern mempertahankan bahwa pengandungan oleh seorang dara Merupakan fakta sesungguhnya , percaya bahwa hal itu sesuai dengan tindakan Allah dalam memberi permulaan baru kepada manusia. Kelahiran Yesus yang ajaibmerupakan pemutusan yang menentukan dengan tatanan yang lama. Teolog-teolog yang lain menyatakan bahwa tanpa andil laki-laki akan merupakan kekurangan pada kemanusiaan Yesus. Karena it, mereka cenderung menempatkan cerita-cerita tersebut dalam aliran midrasmungkin terilhami oleh terjemahan LXX atas Yesaya 7:14 yang didalamnya kata Ibr ha’almah (perempuan muda) diterjemahkan dengan parthenos (anak dara, gadis). Yesaya prihatin terhadap kesulitan-kesulitan abad ke-8 sM, bukan pada momen zaman Mesianik di masa depan. Nabi itu menyerukan bahwa dalam waktu Sembilan bulan yaitu pada saat kelahiran Mesias, musuh-mush raja tidak lagi menjadi ancaman dan akan segera terjadi perdamaian (Yes 7:15-16)
Sumber:
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of The Bible) Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Apologetika Adalah.........."
Secara tegas, Apologi berarti pembelaan diri--seperti apologia pro vita Sua, karya Newman (1864): Pembelaan diri demi kehidupannya. terdapat banyak sekali contoh apologi, baik dalam Alkitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. begitulah Yesaya 40-45 memuji Allah Israel dan membandingkan Dia dengan ketiadaanyang disembah oleh para penyembah berhala. Philo dan Yosefus menulis kepada para penyembah berhala untuk memuji Yudaisme. di Alexandria Philo mempertahankan bahwa tradisi Ibrani telah setua dan seterhormat Helenisme, dan di Roma, dalam banyak karya Josephus menjelaskan bahwa pemberontakan orang Yahudi di hasut oleh sekelompok kecil orang-orang fanatik.
Kisah Para Rasul juga memiliki tujuan apologetis, sekalipun bukan itu maksud utama kitab ini. Namun seperti injil ketiga, dimana kepala pasukan dikaki salib menyatakan bahwa Yesus adalah orang benar, dalam Kisah Para Rasul ditunjukan bahwa umat Kristen adalah warga negara kekaisaran Romawi yang taat hukum. Jika mereka Teraniaya itu adalah akibat dari perbuatan-perbuatan orang Yahudi yang berupaya menghambat perkembangan Injil. ditunjukan bahwa pembesar Romawi (Seperti Galio dan yang lain) akrab dengan Paulus, yang dapat membanggakan kewarganegaraan Romawinya dan dapat memanfaatkannya (Kis 22:27).
Kisah Para Rasul juga memiliki tujuan apologetis, sekalipun bukan itu maksud utama kitab ini. Namun seperti injil ketiga, dimana kepala pasukan dikaki salib menyatakan bahwa Yesus adalah orang benar, dalam Kisah Para Rasul ditunjukan bahwa umat Kristen adalah warga negara kekaisaran Romawi yang taat hukum. Jika mereka Teraniaya itu adalah akibat dari perbuatan-perbuatan orang Yahudi yang berupaya menghambat perkembangan Injil. ditunjukan bahwa pembesar Romawi (Seperti Galio dan yang lain) akrab dengan Paulus, yang dapat membanggakan kewarganegaraan Romawinya dan dapat memanfaatkannya (Kis 22:27).
Bagaimana Saya Dapat menjadi Seorang Kristen?
"Sebagaimana raja-raja dan pahlaw an-pahlawan di bumi ini secara fisik dilahirkan dalam cara yang sama seperti orang yang paling sederhana. Hal ini berlaku bagi semua orang, dimana saja, melalui segala ruang dan waktu. tidak ada kekecualian. Tuhan Yesus pernah mengucapkan Firman yang eksklusif sama sekali "tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6).
Yesus Kristus berkata bahwa orang yang ingin masuk kedalam kerajaan Allah harus "dilahirkan kembali" Yoh 3:3. Kelahiran kembali adalah tindakan hati untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. ketika kita dilahirkan secara fisik kedalam dunia ini, secara rohani kita mati.Karenanya kita membutuhkan kelahiran yang rohani. Kelahiran rohani melibatkan dua segi.
Yang Pertama ialah menyadari bahwa kita sendiri tak dapat melakukannya. kita adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan pertolongan. Apakah orang yang berdosa Itu? Orang berdosa ialah orang yang terpisah dari Allah, ia telah memilih jalannya sendiri dan karena dosanya ia tidak dapat kembali kepada Allah dengan usahanya sendiri. Dosa dapat ditandai sebagai keangkuhan yang berpusat pada diri sendiri dan sifat mementingkan diri sendiri. secara lebih khusus lagi, dosa merupakan pelanggaran terhadap norma-norma kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah yang kudus. Jadi, Kita harus mengakui bahwa kita memerlukan seorang Juruselamat, seorang yang akan memenuhi segala tuntutan Allah. satu-satunya oknum yang sudah melakukan ini ialah Yesus Kristus. hanya hidupNya saja yang berkenan kepada Allah. Dia mati di kayu salib sebagai pengganti kita karena dosa-dosa kita, sebab kita sama sekali tida dapat berkenan kepada Allah melalui jasa kita sendiri. Maka, Langkah pertama ialah menyadari bahwa kita semua telah berdosa, melanggar hukum Allah, sehingga sebagai akibatnya patut menerima hukuman. Kitab suci berkata "Upah dosa ialah maut" (Roma 6:23).
Setelah seseorang melihat kondisinya yang tanpa harapan dan menyadari bahwa Kristus Yesus menawarkan cara penyelesaian satu-satunya, maka langkah berikutnya yang perlu diambil ialah menerima tawaran keselamatan itu secara pribadi, sebab "karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita" (Roma 6:23). Pada waktu seseorang menerima Kristus sebagai Juruselamatnya dengan jalan menerima karunia Allah, saat itulah ia dilahirkan kembali. Caranya sederhana sekali, sehingga seorang anak kecilpun dapat melakukannya; namun juga sukar, karena pertama-tama kita harus menyadari bahwa kita tidak dapat melakukannya sendiri. Yesus pernah berkata bahwa untuk memasukikerajaan sorga, kita harus bersedia merendahkan diri seperti seoran g anak kecil dan dengan demikian barulah Allah menerima dia (Mat 18:3).
Bagaimana dengan Saudara? sudahkah saudara melakukan hal itu? sudahkah saudara dilahirkan kembali? kalau saudara bersedia maka akan dianjurkan agar saudara mau berdoa seperti berikut: " Tuhan Yesus, saya tahu bahwa saya orang berdosa; saya menyadari bahwa sata tidak mampu berbuat apa-apa. terimakasih Tuhan, sebab Engkau rela mati karena saya. saat ini, saya percaya kepadaMu dan menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat saya. Saya berdoa dalam nama Tuhan Yesus, Amin".
Jikalau saudara telah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah, maka saudar sudah menjadi seorang kristen!
Sumber:
- John Mc Dowell & Don Stewart , Jawaban Bagi Pertanyaan Orang Yang Belum Percaya, Penerbit: Gandum Mas
Yesus Kristus berkata bahwa orang yang ingin masuk kedalam kerajaan Allah harus "dilahirkan kembali" Yoh 3:3. Kelahiran kembali adalah tindakan hati untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. ketika kita dilahirkan secara fisik kedalam dunia ini, secara rohani kita mati.Karenanya kita membutuhkan kelahiran yang rohani. Kelahiran rohani melibatkan dua segi.
Yang Pertama ialah menyadari bahwa kita sendiri tak dapat melakukannya. kita adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan pertolongan. Apakah orang yang berdosa Itu? Orang berdosa ialah orang yang terpisah dari Allah, ia telah memilih jalannya sendiri dan karena dosanya ia tidak dapat kembali kepada Allah dengan usahanya sendiri. Dosa dapat ditandai sebagai keangkuhan yang berpusat pada diri sendiri dan sifat mementingkan diri sendiri. secara lebih khusus lagi, dosa merupakan pelanggaran terhadap norma-norma kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah yang kudus. Jadi, Kita harus mengakui bahwa kita memerlukan seorang Juruselamat, seorang yang akan memenuhi segala tuntutan Allah. satu-satunya oknum yang sudah melakukan ini ialah Yesus Kristus. hanya hidupNya saja yang berkenan kepada Allah. Dia mati di kayu salib sebagai pengganti kita karena dosa-dosa kita, sebab kita sama sekali tida dapat berkenan kepada Allah melalui jasa kita sendiri. Maka, Langkah pertama ialah menyadari bahwa kita semua telah berdosa, melanggar hukum Allah, sehingga sebagai akibatnya patut menerima hukuman. Kitab suci berkata "Upah dosa ialah maut" (Roma 6:23).
Setelah seseorang melihat kondisinya yang tanpa harapan dan menyadari bahwa Kristus Yesus menawarkan cara penyelesaian satu-satunya, maka langkah berikutnya yang perlu diambil ialah menerima tawaran keselamatan itu secara pribadi, sebab "karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita" (Roma 6:23). Pada waktu seseorang menerima Kristus sebagai Juruselamatnya dengan jalan menerima karunia Allah, saat itulah ia dilahirkan kembali. Caranya sederhana sekali, sehingga seorang anak kecilpun dapat melakukannya; namun juga sukar, karena pertama-tama kita harus menyadari bahwa kita tidak dapat melakukannya sendiri. Yesus pernah berkata bahwa untuk memasukikerajaan sorga, kita harus bersedia merendahkan diri seperti seoran g anak kecil dan dengan demikian barulah Allah menerima dia (Mat 18:3).
Bagaimana dengan Saudara? sudahkah saudara melakukan hal itu? sudahkah saudara dilahirkan kembali? kalau saudara bersedia maka akan dianjurkan agar saudara mau berdoa seperti berikut: " Tuhan Yesus, saya tahu bahwa saya orang berdosa; saya menyadari bahwa sata tidak mampu berbuat apa-apa. terimakasih Tuhan, sebab Engkau rela mati karena saya. saat ini, saya percaya kepadaMu dan menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat saya. Saya berdoa dalam nama Tuhan Yesus, Amin".
Jikalau saudara telah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah, maka saudar sudah menjadi seorang kristen!
Sumber:
- John Mc Dowell & Don Stewart , Jawaban Bagi Pertanyaan Orang Yang Belum Percaya, Penerbit: Gandum Mas
Selasa, 09 Juli 2013
SENTRALITAS GEREJA DALAM PEMBINAAN WARGA GEREJA
SENTRALITAS GEREJA DALAM PWG
Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans
Pantan
Ketika kita mulai berbicara tentang pendidikan, dan
atau pembinaan, biasanya asosiasi berpikirnya langsung terarah pada lembaga-lembaga
“sekolah”, lembaga-lembaga kursus yang formal maupun non-formal. Padahal media
atau konteks pendidikan bisa dilakukan oleh keluarga (di rumah), gereja,
sekolah, kursus-kursus, bahkan lingkungan masyarakat di mana saja seseorang itu
hadir. Masing-masing konteks pendidikan mempunyai “core” tugasnya. Dalam
kaitannya dengan pendidikan iman Kristiani, di samping menjadi tugas utama dari
pendidikan dalam keluarga, tetapi juga menjadi tugas penting dari gereja. Karena itu pembinaan warga gereja adalah
merupakan wilayah tanggung jawab utama dari gereja, bukan keluarga, sekolah
atau kursus, dll. Karena itu, gereja tidak dibenarkan apabila melemparkan
tanggung jawab itu kepada institusi-institusi lain, seperti sekolah, dll.
Dalam realitas pelaksanaan tugas pelayanan gereja,
khususnya di bidang PWG, belum terlaksana secara komprehensif. Artinya bahwa
bisa saja sebagian sudah terlaksana, misalnya telah melakukan ibadah di gedung
gereja yang diisi dengan pujian, kesaksian umat dan kemudian mendengarkan
khotbah pendeta. Tetapi sebenarnya itu barulah merupakan sebagian kecil dari
sekian banyak tugas pembinaan gereja terhadap umat yang dipercayakan dan
diperhadapkan Tuhan kepadanya. Pembinaan warga gereja seharusnya bersifat
komprehensif, yaitu menyentuh dan atau menjawab seluruh konteks kebutuhan umat.
Dilandasi dengan pokok pikiran di atas, maka pada
bagian ini, pertama-tama secara khusus
akan dibahas tentang pengertian gereja dan posisi sentralitasnya dalam pelaksanaan
tugas PWG. Asumsi dasarnya adalah jika pemahaman kita terhadap hakikat gereja
jelas dan tepat, maka itu akan menjadi modal serta sekaligus sebagai pemberi
arah yang akurat bagi pelaksanaan dan pencapaian sasaran (goal) PWG, baik dalam
konteks gereja lokal, sinodal maupun gereja dalam arti universal. Dilandasi
dengan asumsi tersebut, maka perlu dipaparkan
beberapa point penting berikut ini :
a. Pengertian Gereja Secara Teologis
Tulisan ini tidak persiapkan untuk melakukan studi kata (word
study) tentang “gereja”, melainkan lebih diarahkan pada tataran pengertiannya; baik pengertian
teologis maupun pengertian praktis. Salah satu pengertian teologis
tentang gereja, diungkapkan oleh French L. Arrington dalam bukunya “Christian Doctrine; A Pentecostal
Perspective” : The Church is the community of faith. Where the word of God
is preached and received by faith there is the church.[1] Tetapi
pada sisi lain, gereja
dapat pula didefinisikan sebagai sebuah persekutuan yang diberi spesifikasi
atau konotasi yang khusus, yaitu sebagai persekutuan orang-orang percaya, yang
dipanggil, dipilih dan dikuduskan untuk menjadi berkat bagi semua orang atau sesama
manusia (bnd. Kej. 12:2-3; Kel. 19:5-6; Ul. 4: 20 ; 7:26 ;
14:2; 26:18; Tit. 214; 1Petr. 2:9).
Dalam rangka panggilan, pilihan dan pengudusan (pengkhususan) inilah PL
berbicara tentang umat Allah (am Yahwe) yang di dalam PB diterjemahkan ek-klesia,
yaitu persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari ikatan-ikatan lama
kemudian dikhususkan untuk menjadi berkat bagi semua orang. Di sini tampak
dengan jelas bahwa gereja merupakan persekutuan atau perkumpulan masyarakat
iman yang menurut iman Kristiani adalah masyarakat (siapa saja yang terdiri
dari orang-orang) yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
juruselamatnya. Secara teologis
gereja dapat diartikan sebagai persekutuan yang lahir dari Allah, karena ia
merupakan buah tangan pekerjaan Roh Kudus. Itulah sebabnya, kehadirannya di
dunia ini mempunyai pengertian yang special, yaitu: sebagai “agen” atau
“mediator” berkat Allah bagi dunia ini.
b. Gereja adalah Orangnya
Dilandasi pemahaman pada point a di atas, maka saya ingin mengutip apa yang dikemukakan oleh Dr.
Theo Kobong, melalui tulisannya yang berjudul “Gereja Bukanlah Gedungnya,
Gereja Adalah Orangnya” dalam buku “Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja. Ia
secara jelas menguraikan bahwa gereja adalah orangnya.[2] Dari uraian terdahulu di atas kita sudah dapat
memahami bahwa yang dimaksudkan pertama-tama
bukanlah gedungnya, melainkan gereja adalah orangnya. Kita juga sudah memahami
bahwa tugas dasar yang diberikan Allah kepada kita adalah sama dengan tugas
yang diberikan Allah kepada Abraham yaitu memeilihara kehidupan. Memelihara
kehidupan seperti yang dimaksudkan Allah tidak mungkin dilakukan oleh gereja
sebagai lembaga/institusi. Di dalam Alkitab, Allah tidak berbicara kepada
lembaga/institusi, melainkan kepada manusia-manusia, walaupun Alkitab
mempergunakan juga ilustrasi seperti bangunan (Ef. 2:21-22; 1 Petrus 2:5), tubuh
(1 Kor. 12), kawanan domba (Yoh. 21:15-17; 1 Petr. 5:2). Namun jelas bahwa yang
disapa melalui ilustrasi-ilustrasi (itu berarti ilustrasi di sini hanya
diposisikan sebagai sarana komunikasi yang komunikatif) itu adalah
manusia-manusia yang telah memberikan dirinya dirangkul oleh kasih Allah.
Dengan demikian mau dikatakan bahwa masing-masing umat Allah disapa sebagai
bagian dari satu bangunan, satu tubuh, satu kawanan domba, tetapi kepada
masing-masing anggota telah diberikan karunia yang berbeda-beda. Demikianlah
kita mempunyai karunia yang berlain-lain menurut kasih karunia yang
dianugerahkan kepada kita (Roma 12:6). Setiap anggota mempunyai fungsinya
masing-masing (1 Kor. 12). Di dalam 1 Kor. 12:21 dyb. Paulus mengatakan: mata
tidak dapat berkata kepada tangan; aku tidak membutuhkan engkau. Dan kepala
tidak dapat berkata kepada kaki, aku tidak membutuhkan engkau. Malahan justru
anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita justru
memberikan penghormatan khusus kepadanya. Demikian juga terhadap
anggota-anggota tubuh kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus
kepadanya.
Di tempat lain Paulus berkata bahwa kita adalah satu tubuh di
dalam Kristus. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lain menurut
kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: jika karunia itu adalah untuk
bernubuat, baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia
untuk melayani, baiklah kita melayani, jika karunia untuk mengajar, baiklah
kita mengajar, jika karunia untuk menasehati, baiklah kita menasehati. Karunia
intelektual itu bermacam-macam, karunia seni mungkin lebih bervariasi lagi,
demikian juga karunia keterampilan tidak kurang banyaknya. Singkatnya kehidupan
ini mempunyai banyak segi yang sering kita tidak sadari, namun apabila kita
yakin bahwa kehidupan ini adalah ciptaan pemberian Tuhan, maka kita harus pula
sadari bahwa kehidupan ini adalah ciptaan dan pemberian Tuhan, maka sebaiknya
kita sadar bahwa kehidupan seperti itulah yang harus kita pelihara dan
kembangkan, masing-masing menurut talenta yang dipercayakan kepadanya.
Dengan pemahaman di atas bahwa gereja/umat Allah dipanggil dan
diberikan tugas memelihara kehidupan, maka jelas bahwa gereja hanya bisa
memelihara kehidupan melalui anggota-anggotanya di setiap bidang kehidupan (artinya
dalam multi kompetensi) sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kesadaran
demikian, maka gereja mau tidak mau mempunyai kewajiban untuk memperlengkapi
anggota-anggotanya untuk memelihara kehidupan itu. Untuk itulah Yesus Kristus
sendiri memberikan kepada gereja-Nya pejabat-pejabat/pelayan-pelayan khusus.
Para pejabat dan pelayan tersebut adalah primer dan terutama untuk
memperlengkapi warga gereja bagi suatu pekerjaan memelihara kehidupan yang
mengacu kepada kerajaan Allah. Jadi yang diperlengkapi adalah orangnya dan
bukan gedungnya atau organisasinya, atau kalau organisasinya dan gedungnya
dibenahi, maka itu hanya untuk menunjang usaha mengfungsikan anggota-anggotanya
secara efektif. Jadi sekali lagi, starting point, focusing point and finishing
point adalah orangnya, bukan gedungnya. Di sinilah tampak secara jelas pentingnya PWG.
c. Gereja Dalam Pemahaman Praktis
Menurut Lawrence O. Richards, dalam bukunya A Theology of Christian Education, bahwa
pemahaman mengenai hakikat, sifat dan tugas gereja yang kita anut, akan sangat mempengaruhi
pola pikir kita sendiri terhadap tugas gereja dalam pendidikan atau pembinaan.[3] Dilandasi dengan pengertian ini, maka pemahaman
yang jelas oleh umat, khususnya para “elite” gereja tentang gereja harus dirumuskan
secara tepat dan disosialisasikan.
Menurut urgensinya, hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa lagi
ditunda-tunda. Karena apabila tidak, akan terjadi penyalahgunaan dan atau
pemanfaatan institusi gereja dengan label pelayanan demi mewujudkan ambisi
pribadi, kerakusan dan kepentingan pribadi atau kelompok-kelompok tertentu. Dan
kalau itu terjadi, akibatnya praktek dan perilaku sekuralisasi gereja terjadi.
Gereja dapat menjadi arena perebutan kekuasaan, pengumpulan kekayaan, penerusan
kerajaan, tempat perdagangan agama yang sangat populer, dll. Ada beberapa
pemahaman praktis yang dapat dilekatkan pada gereja, seperti yang diuraikan
berikut ini:
- Gereja
sebagai suatu organisasi
Organisasi gereja tidak diuraikan secara tegas di
dalam Perjanjian Baru. Organisasi gereja disinggung hanya sedikit saja oleh
Kristus dalam Matius 18, ketika Ia berbicara tentang pembuktian fakta mengenai
suatu perselisihan melalui pemeriksaan bersama oleh jemaat. Ketika kekuasaan
para rasul berlalu, tampaknya organisasi kolektif yang menggantikannya. Sebagai
contoh, dalam Kisah Para Rasul 8 Petrus menentang Simon si tukang sihir
berdasarkan kekuasaan sepihak. Beberapa tahun kemudian, Rasul Paulus menulis
kepada jemaat di Korintus bahwa mereka mempunyai tanggung jawab bersama untuk
menghakimi orang-orang jahat yang ada di tengah-tengah mereka (1 Kor. 5:13). Di
dalam gereja mula-mula organisasi merupakan upaya menanggapi
kebutuhan-kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja. Sebagai
contoh yang paling jelas tentang pemilihan diaken dalam Kisah Para Rasul 6.
Tetapi dalam perkembangannya lebih lanjut, tidak bisa dihindari bahwa gereja dalam
perjalanan tugas dan tanggung jawab kesaksiannya menghadapi multi tugas harus dikerjakannya, termasuk di dalamnya
PWG. Hal inilah yang mendorong gereja untuk harus menjadi suatu organisasi yang
mampu menerapkan elemen-elemen organisasi dan kepemimpinan secara benar dan
relevan.
- Gereja
sebagai suatu organisme
Untuk memahami
gereja sebagai suatu organisme, ada baiknya kita mengutip apa yang dikemukakan
oleh William W. Menzies dalam bukunya “Doktrin Alkitab”. Ia berkata bahwa “gereja lebih dari sekedar
organisasi; gereja adalah organisme yang hidup. Kepala Gereja adalah Yesus
Kristus (Ef.1:22,23), yang memelihara gereja, serta memberikan nhidup rohani
kepadanya. Akan tetapi, organisme yang hidup harus mempunyai struktur. Dalam
dunia ini tidak ada yang lebih hebat organisasinya daripada sel hidup yang
paling sederhana. Demikian pula, gereja adalah susunan bagian-bagian yang rapih
dan tersusun, susunan yang ditemukan
bila menyelidiki pola gereja Rasuli. Struktur yang dinyatakan dalam
Perjanjian Baru sangat sederhana, namun prinsipnya ialah bahwa hanya organisasi
yang penting bagi kelangsungan kehidupan gereja harus dipakai.[4] Apa yang dikemukakan oleh Menzies
di atas dapat kita mengambil suatu kesimpulan bahwa gereja memiliki dimensi
illahi dan insani. Illahi karena lahir dari karya Roh Kudus dan insani karena
membutuhkan penataan dari manusia dalam suatu realitasnya sebagai organisasi.
d. Kedudukan dan Tugas Ganda Gereja
- Kedudukan
Gereja
Dalam rangka memahami kedudukan gereja, menarik
apabila kita memperhatikan apa yang Homrighausen katakan tentang gereja. Ia
mengatakan, kedudukan gereja harus
dilihat dari tiga aspek, yaitu: gereja adalah pemberian Allah, gereja adalah
suatu organisasi di tengah-tengah masyarakat dan gereja merupakan suatu badan
yang melakukan fungsinya yang istimewa di antara umat manusia.[5] Dari tiga aspek ini, khususnya aspek yang
ketiga sangat terkait erat dengan tugas PWG. Disebutkan sebagai tugas istimewa
oleh karena tugas PWG dimandatkan Allah bukan kepada lembaga-lembaga
non-gereja, melainkan memang telah menjadi salah satu tugas khusus gereja.
Gerejalah yang harus bertanggung jawab
terhadap segala jenis pendidikan/pembinaan iman warga gereja. Apabila gereja
melalaikan tugas tersebut, maka ia telah melalaikan salah satu hakikat dirinya.
- Tugas Ganda
Gereja Dalam PWG
Tugas gereja harus dipahami, dibangun dan
dikembangkan dalam suatu dimensi yang bersifat komprehensif. Tugas Gereja bukan hanya membimbing umat untuk beriman dan memiliki
hubungan dengan Tuhan, melalui kegiatan-kegiatan pembinaan, seperti dalam
bentuk khotbah-khotbah pada acara-acara kebaktian, pemasyuran Injil,
pendalaman-pendalaman Alkitab, dan lain-lain, tetapi harus pula memperlengkapi
dan mendorong umat berbuat sesuatu sesuai bidang kemampuannya, agar menjadi
berkat dalam suatu kehidupan konkret terhadap sesamanya. Di sinilah tampak
secara jelas pentingnya suatu proses pendidikan atau pembinaan yang bersifat
holistic (artinya pendidikan yang menyentuh seluruh aspek hidup manusia, baik
rohani maupun pengetahuan dan keterampilan umum) dalam suatu gereja. Dengan
demikian tugas pencerdasan warga gereja adalah juga salah satu tugas pokok dari
gereja itu sendiri. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Daniel
Aleshire, ia mengatakan, salah satu (artinya
masih ada yang lain) maksud dari gereja adalah “the church must educate
its members”.[6] Salah
satu maksudnya adalah agar warga gereja menjadi warga yang terdidik sehingga
memahami secara benar isi imannya (content of the faith), memahami secara benar
apa yang benar dan salah, memahami dan mampu mengkomunikasikan imannya ke dalam
kehidupan konkrit, memahami dan mampu melakukan sesuatu yang memberi makna bagi
hidupnya dan hidup orang lain.
Penekanan
utama dalam proses belajar yang dijalankan bagi warga gereja, hendaknya tidak
merupakan suatu proses untuk memiliki sesuatu, melainkan lebih diarahkan
sebagai suatu proses untuk menjadi sesuatu. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa
sertifikat yang kita dapatkan melalui suatu proses pendidikan tidak berarti
apa-apa, sehingga sebaiknya dibuang saja. Bukan itu yang dimaksud ! Sekali lagi, bukan.
Tetapi adalah benar bahwa apalah artinya kita memiliki sejumlah sertifikat yang kita dapatkan dari berbagai lembaga
pendidikan, baik yang sifatnya formal maupun yang sifatnya non-formal, kalau
ternyata hidup kita hidupi ini ternyata tidak berguna secara maksimal, baik
untuk diri kita sendiri maupun terhadap sesama. Karena itu, hendak diberi
penekanan sekali lagi bahwa yang jauh lebih terpenting adalah ketika hidup ini bisa
menjadi sesuatu artinya bahwa melalui kehidupan kita ada suatu manfaat yang
dirasakan, baik oleh diri kita maupun oleh sesama yang ada di sekitar kita.
e. Gereja Sebagai Pengembang
Strategi Pembinaan
Gereja yang dilukiskan
sebagai tubuh Kristus merupakan suatu organisme Illahi yang terus menerus berkembang. Suatu organisme tidak pernah
berhenti dalam perkembangannya, karena perkembangan adalah tanda-tanda adanya
suatu kehidupan dalam organisme tersebut. Organisme yang bertumbuh itu perlu
diatur dan ditata pertumbuhannya (perkembangannya) agar ia bertumbuh atau
berkembang secara sehat sesuai dengan yang diharapkan. Gereja, selain sebagai
organisme, ia juga merupakan suatu organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya
harus tertata rapih secara terstruktur sehingga tercapai pencapaian hasil yang
maksimal.
Setiap organisasi apapun;
organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi kemsyarakatan (termasuk
di dalamnya organisasi gereja), organisasi bisnis, dll. di dunia ini pasti
bekerja dengan menggunakan pola strategi. Karena keberhasilan suatu organisasi,
sangat ditentukan pula oleh jenis strategi yang digunakan. Berkenaan dengan
tugas gereja sebagai pengembang strategi pembinaan, maka ada beberapa hal
terkait yang perlu dipaparkan sebagai berikut:
1. Menetapkan Profil Warga Gereja
Yang Diharapkan
Ketika kita hendak melakukan suatu pembinaan
terhadap warga gereja; pertama-tama kita harus memunculkan pertanyaan tentang profil
warga jemaat yang bagaimana, yang diharapkan ? Karena dengan adanya pertanyaan
seperti ini, maka akan menjadi dasar dan sekaligus pemberi arah dalam
keseluruhan pengembangan strategi pembinaan yang akan dilakukan. Contoh,
profil warga jemaat yang diharapkan oleh Gereja Bethel Indonesia “adalah
mempersiapkan warga jemaat yang seperti Kristus” (ini hanya sebagai
salah satu contoh saja).
Setelah profil hasil pembinaan ditetapkan, maka
pertanyaan berikutnya adalah kebutuhannya apa ? Pada saat kita
berbicara tentang kebutuhan, maka ada beberapa factor yang harus menjadi
perhatian khusus, yaitu: analisis kebutuhan, model-model analisis kebutuhan dan
strategi-strategi analisis kebutuhan. Untuk ketiga aspek ini, saya akan
mengutip apa yang dikemukakan oleh Pdt. Japarlin Marbun, dalam tulisannya yang berjudul “Gembala
Jemaat Sebagai Pengembang Program Gereja” dalam buku “Gnosis“; Merajut Pemahaman Transformasi
Gereja dan Pergumulan Teologi Kekinian”, sebuah jurnal teologi yang diterbitkan
oleh BPD GBI DKI Jakarta. Dalam tulisannya, beliau menekankan tiga aspek dengan
mendasarkan paparannya, seperti pada apa yang telah dikemukakan oleh Kaufman,
Briggs., Lesle., J.Walter., W.Wagner dan Alisson Rosset. Ia menjelaskan tiga aspek sebagai
berikut.[7]
·
Analisis
Kebutuhan
Dari sekian banyak kebutuhan yang mungkin
dirasakan oleh seseorang, maka tidak semuanya kebutuhan itu dapat dipenuhi pada
suatu saat. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha untuk mengidentifikasi
serta menentukan skala prioritas mana yang lebih dahulu dari
kebutuhan-kebutuhan tersebut yang didahulukan. Kesenjangan yang dibutuhkan
pemecahannya itulah yang disebut masalah atau kekurangan dari yang seharusnya
ada dengan yang ada pada saat tertentu. Dengan demikian, maka kesenjangan yang
dibutuhkan pemecahannya disebut masalah. Salah
satu contoh masalah, kalau kita mengacu pada para profil warga jemaat yang
diharapkan dari GBI, yaitu “mempersiapkan warga jemaat yang seperti Kristus”,
maka masalahnya adalah seperti apa
performance warga jemaat yang seperti Kristus ? Apa indikasinya ?.
Menurut Kaufman, masalah adalah tidak lain dari
“selected gap” atau kesenjangan yang diprioritaskan pemecahannya berdasarkan
kepentingannya. Usaha untuk mengidetifikasi, mengukur kebutuhan dan menentukan
prioritas pemecahannya dikenal dengan istilah “need assessment” atau “discrepancy
analysis” atau analisis kebutuhan. Menurut Knirk & Pinola, analisis
kebutuhan adalah proses yang sistematis untuk membandingkan apa yang telah ada
dengan apa yang seharusnya. Sementara Alisson Rosset, menjelaskan bahwa
analisis kebutuhan adalah suatu kegiatan atau proses di mana seseorang
melakukan identifikasi atau mencari informasi
tentang kebutuhan-kebutuhan dan menentukan cara yang paling tepat untuk
menyelesaikannya. Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa: analisis
kebutuhan adalah proses menentukan jarak atau kesenjangan antara hasil yang
dicapai sekarang dengan hasil yang sesungguhnya diinginkan/dikehendaki serta
menetapkan kesenjangan tersebut dalam urutan skala prioritas. Jadi hasil akhir
dari analisis kebutuhan adalah ditemukannya sejumlah kesenjangan antara kondisi
yang ada dengan kondisi yang seharusnya ada serta skala prioritas pemecahan
berdasarkan tingkat urgensinya.
·
Model-model
Analisis Kebutuhan
Menurut Kaufman, model-model analisis kebutuhan
dapat diklasifikasi sebagai berikut:
a. Model Alpha
Analisis kebutuhan model alpha mendasarkan
analisisnya dari bawah, yaitu penekanannya pada identifikasi masalah
berdasarkan pada tataran kebutuhan. Model ini sangat cocok untuk perumusan dan
pelaksanaan kebijakan.
b. Model Beta
Analisis kebutuhan model beta memberikan penekanan
pada fungsi kedua yaitu penentuan syarat pemecahan dan pengidentifikasian
alternative pemecahan masalah. Jadi model kedua ini lebih banyak berhubungan
dengan organisasi yang berinisiatif
mengadakan analisis kebutuhan.
c. Model Gamma
Analisis kebutuhan model gamma dilaksanakan dengan
meminta kesediaan orang-orang untuk menyusun urutan/menyeleksi tujuan umum dan
tujuan khusus yang ada agar ditemukan suatu daftar tujuan yang disusun
berurutan. Kemudian dipilih strategi-strategi pemecahan di antara
strategi-strategi yang telah ditentukan.
d. Model Delta
Analisis kebutuhan model delta dipergunakan untuk
menentukan/ memutuskan apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.
Jadi pada tahap ini metode diimplementasikan dengan peralatan yang telah
diseleksi, dengan kata lain tahap ini adalah tahap pelaksanaan di lapangan dan
manajemen penyelesaian tugas.
e. Model Epsilon
Model ini berhubungan dengan penentuan sejauhmana
hasil yang diinginkan telah dicapai. Dalam hal ini, suatu yang telah
direncanakan, dikembangkan dan digunakan dalam strategi operasional dinilai
apakah dapat bekerja atau tidak. Dalam tahap ini efektifitas dari metode dan
peralatan dapat ditentukan sehingga tahap ini sering juga disebut sebagai
evaluasi sumatif dari analisis kebutuhan.
f. Model Zeta
Model zeta adalah model yang dapat dipergunakan
untuk mengadakan pembaharuan atau perubahan system yang bersifat konstan dan
berkesinambungan sehingga dimungkinkan adanya revisi apabila diperlukan.
·
Strategi-strategi
Analisis Kebutuhan
Strategis
analisis kebutuhan dapat dihubungkan dengan pencarian pemecahan dalam berbagai
bidang yang dianggap memerlukan pemecahan terhadap sesuatu kebutuhan. Dan jika analisis kebutuhan dihubungkan
dengan kegiatan pendidikan dan latihan, maka menurut Kaufman, dapat
diidentifikasi tiga strategi analisis kebutuhan, yaitu:
- Strategi
Klasik
Strategi klasik dimulai dari penentuan tujuan yang
sifatnya umum (generic), kemudian dilanjutkan dengan pengembangan dan
selanjutnya diadakan evaluasi program. Strategi ini dilakukan oleh
pengembang program pendidikan dan latihan.
- Strategi
Induktif
Strategi
induktif adalah proses induksi yang bertolak dari pendapat patner dan data
empiric dari lapangan kemudian berdasarkan data tersebut dirumuskan tujuan umum
yang diinginkan. Selanjutnya diukur
jarak antara tujuan umum dengan data yang didapat dari lapangan.
- Strategi
Deduktif
Strategi deduktif bertolak dari perumusan tujuan
umum yang diinginkan dilanjutkan dengan pengumpulan data dari lapangan.
Selanjutnya diukur perbedaan antara tujuan umum dengan data yang ada di
lapangan. Dengan demikian analisis kebutuhan yang berdasarkan strategi deduktif
dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·
Pertama, dilakukan identifikasi tujuan-tujuan
yang mungkin dapat dicapai. Artinya dalam tahap ini akan didaftar semua tujuan
yang mungkin dicapai tanpa mempertimbangkan urgensinya. Tujuan-tujuan
tersebut dirumuskan secara operasional disertai dengan criteria performance.
·
Kedua, disusun tujuan-tujuan berdasarkan skala
prioritas. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun/mengurutkan tujuan-tujuan
yang telah diidentifikasikan berdasarkan kepentingannya, sehingga akan
kelihatan urutan dari tujuan yang terpenting sampai kepada tujuan yang kurang
penting.
·
Ketiga, mengidentifikasi kesenjangan antara
performance yang ada dengan performance yang diharapkan. Kegiatan pertama dalam
tahap ini ialah mendeskripkan tingkat performance dari objek system yang ada,
selanjutnya dibandingkan dengan performance sebagaimana disyaratkan dalam
tujuan.
Untuk lebih jelasnya, Kaufman mengidentifikasi
sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam mengukur kebutuhan sebagai berikut:
·
Pertama, menyusun rencana
·
Kedua,
mengidentifikasi gejala masalah berdasarkan permintaan dari lembaga pendidikan
dan latihan untuk mengadakan pengukuran kebutuhan.
·
Ketiga, menentukan ruang lingkup
·
Keempat, mengidentifikasi peralatan dan prosedur
penilaian kebutuhan, selanjutnya memilih yang terbaik bekerja sama dengan
patner dalam melakukan perencanaan.
·
Kelima,
merumuskan keadaan yang ada sekarang dalam bentuk perumusan performance yang
spesifik dan dapat diukur.
·
Keenam,
Merumuskan kondisi yang diharapkan dalam rumusan yang spesifik dan dapat diukur.
·
Ketujuh,
mempertemukan perbedaan pendapat yang ada antara patner dengan peneliti dalam
mengidentifikasi tujuan sehingga diperoleh kesepakatan antara peserta
pelatihan, pengguna lulusan dan pengembang program pelatihan.
·
Kedelapan,
mengurutkan kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut skala prioritas dan menurut
urgensinya.
·
Kesembilan, merumuskan penilaian kebutuhan
serupa agar tetap “up to date”.
Kesembilan
langkah ini masih dapat disesuaikan dengan keperluan, ataupun tergantung pada
siapa yang melakukan perencanaan, di mana perencanaan itu dilaksanakan dan
pertimbangan-pertimbangan lainnya.
2. Menetapkan PWG Sebagai Tugas
Primer Gereja
PWG merupakan suatu usaha
gereja secara sengaja untuk membimbing setiap warga gereja; khususnya yang
sudah dewasa agar bertumbuh ke arah
kedewasaan penuh di dalam Kristus. Dengan pertolongan dan bimbingan Roh Kudus
serta dengan tuntunan firman-Nya, warga jemaat dimampukan secara maksimal dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mediator berkat bagi dunia ini.
Hal ini dimungkinkan, hanya apabila PWG dilaksanakan secara baik dan
bersinambung oleh gereja terhadap warganya.
Dilandasi dengan pemahaman
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PWG adalah salah satu tugas sentral dari
gereja. Dengan demikian, apabila gereja melalaikan tugas pelaksanaan PWG, maka
ia dapat dikatakan telah melalaikan salah satu hakikat dirinya. Di sinilah
tampak semakin jelas bahwa PWG haruslah menjadi tugas primer gereja dan bukan
merupakan tugas sekunder.
Sayang sekali bahwa ternyata
masih banyak diantara gereja Tuhan di Indonesia belum memposisikan PWG sebagai
bagian dari tugas primer gereja. Bukan bermasud bahwa tidak penting; bahwa gereja
dalam realitas kehidupan dan pelayanannya masih lebih cenderung “concern”
terhadap pelaksanaan ibadah-ibadah raya dalam bentuk KKR di gedung-gedung
besar, di lapangan-lapangan terbuka, dll.,jika dibandingkan dengan
pembinaan-pembinaan warga dalam bentuk kelompok yang lebih kecil. Namun yang
menjadi masalah adalah bahwa kegiatan-kegiatan seperti KKR cenderung lebih
bersifat umum, dasar dan tidak focus. Untuk sebagai starting point bagi
pemenangan jiwa-jiwa baru bagi Kristus, pendekatan ini bisa sangat efektif,
tetapi untuk pembinaan warga, agar menjadi bertumbuh khususnya dalam kualitas
iman, maka pendekatan yang paling memadai adalah PWG dalam bentuk
kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang terstruktur dan
disesuaikan dengan jenis serta tingkat kebutuhan warga (peserta didik).
3. Melakukan “Training for the Trainers”.
Di baris terdepan setiap pelayanan Kristen selalu dibutuhkan
orang-orang yang benar-benar terlatih, orang-orang yang memiliki komitmen yang
jelas terhadap Pribadi Kristus, orang-orang yang tahu bagaimana cara
mengembangkan pekerjaan Kristus di atas muka bumi ini; khususnya dalam suatu
situasi khusus seperti pada masa kini yang kita kenal sebagai abad kejayaan
teknologi, yang sarat dengan berbagai tantangannya.
Dilandasi dengan pemahaman di atas dan untuk mewujudkan kerinduan kita
terhadap pentingnya dilaksanakan “training for the trainers”, maka ada baiknya
kita munculkan tiga pertanyaan seperti : mengapa harus memilih dan melatih
orang-orang, bagaimana memilih dan melatih orang-orang, siapa yang harus
dipilih dan dilatih ?
·
Mengapa harus memilih dan melatih orang ?
Pertanyaan ini dapat saja dijawab dengan sebanyak
mungkin jawaban, akan tetapi saya hanya memberikan dua alasan sebagai jawaban
terhadap pertanyaan di atas, yakni: Pertama, kita memerlukan orang-orang yang mampu. Seringkali di dalam suatu
gereja, ketika menyusun dan menetapkan para tenaga pelayan yang nantinya
ditugasi untuk melakukan serangkaian tugas pelayanan seperti penjangkauan
jiwa-jiwa yang belum terselamatkan untuk dibawa kepada Kristus; tampaknya belum
melalui suatu mekanisme yang normal, artinya masih terkesan “asal
pilih”, “asal ada”, dsb. Akibatnya, hasil pelayanannya sangat buruk
bahkan menimbulkan frustrasi baru, baik bagi gereja (tenaga penjangkau) maupun
juga bagi orang-orang yang mau dijangkau tersebut. Bila itu memang kenyataannya, maka tampaklah
di sini pentingnya suatu proses memilih seseorang dan menetapkannya untuk suatu
tugas pelayanan di dalam suatu gereja berdasarkan prinsip “orang yang tepat
untuk suatu pekerjaan yang tepat”. Artinya bahwa diperlukan suatu kejelihan
memilih orang, di samping berdasarkan
kemampuannya tetapi juga perlu diikuti dengan pelatihan-pelatihan terstruktur
(sesuai dengan jenis kebutuhan dan tugas yang akan dimandatkan oleh gereja
kepadanya) dalam rangka mempertajam ketrampilannya guna melaksanakan tugas
pelayanan yang dipercayakan kepadanya. Kedua, tuntutan beban tugas pelayanan dan kesinambungannya. Tanpa suatu
proses pemilihan dan pelatihan yang berkesinambungan di dalam Tubuh Kristus,
maka saya memprediksi bahwa para pemimpin Kristen yang jumlahnya sangat
sedikit akan kelebihan beban pekerjaan, sehingga pada akhirnya mereka akan
kehabisan tenaga. Salah satu contoh yang menarik dalam Alkitab, untuk contoh
kasus adalah Musa. Ia sedang berada pada titik kelelahan jasmani, emosi dan
rohani pada saat ia berusaha mengurus sekitar dua juta orang atau lebih yang
keluar dari Mesir. Tetapi kemudian, Yitro, ayah mertuanya yang bijaksana,
memperhatikan apa yang sedang terjadi dan mengingatkan Musa bahwa ia sedang
menyiksa dirinya sendiri jika ia tidak mulai mengadakan proses pemilihan dan
pendelegasian tugas (bnd. Kel. 18:13-18). Dengan demikian dapat juga dipahami
bahwa proses pemilihan dan pelatihan orang-orang dalam suatu organisasi
(termasuk organisasi gereja), terkait erat dengan pendelegasian tugas, agar
tugas organisasi ke depan berjalan lebih signifikan. Contoh, ketika Musa
meninggal dunia, bangsa Israel tidak menghadapi masalah kepemimpinan oleh
karena Musa telah melatih dengan sungguh-sungguh orang yang akan
menggantikannya, yaitu, Yosua (bnd. Yosua 11:15).
·
Bagaimana memilih dan melatih orang?
Mengacu pada pertanyaan bagaimana memilih dan
melatih seseorang, bukanlah sesuatu yang gampang dijawab. Karena itu, ada empat
hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, lakukan pengamatan secara
dekat dan cermat. Kedua, adakan pra-pelatihan kepada orang-orang yang dipilih
(bnd. Markus 3:14; suatu strategi yang digunakan oleh Yesus Kristus dan itu
sangat efektif). Ketiga, sikap doa (bnd. Lukas 6:12-16). Dalam proses pemilihan,
pengamatan terhadap orang-orang dan latihan yang tepat sangatlah penting.
Walaupun demikian, hal-hal tersebut tidak dapat menggantikan fungsi doa di mana
mencari Allah untuk memilih orang-orang yang telah ditetapkan-Nya.
Meskipun Yesus telah mengenal murid-murid yang
telah mengikutiNya dan yang berada dekat dengan-Nya selama kurang lebih satu
tahun, Ia tidak menggantungkan diri pada kemampuan-Nya sendiri dalam menentukan
pilihan. Ia meluangkan waktu semalam-malaman untuk berdoa kepada Allah,
sehubungan dengan pemilihan yang akan dilakukan-Nya. Yesus menyadari betapa
pentingnya proses pemilihan ini. Di atas bahu merekalah terletak seluruh masa
depan gereja. Oleh karena itu, Yesus tidak sembarangan dalam memilih, melainkan
dengan penuh kesungguhan dan doa.
Dan terbukti bahwa Allah sungguh-sungguh menjawab
doa-Nya. Alkitab mencatat keyakinan Yesus yang dalam, yaitu bahwa
murid-murid-Nya adalah orang-orang yang telah diberikan oleh Allah kepada-Nya.
Yesus sangat menyadari bahwa orang-orang ini adalah hamba-hamba Allah yang
dipercayakan kepada-Nya (bnd. Yohanes 17:6-9). Keempat, sesuai dengan
karunia. Alkitab menyebutkan dengan
jelas bahwa bagi setiap anak Allah, Roh Kudus telah memberikan satu atau
beberapa karunia rohani (bnd. 1 Kor. 12:7). Karunia-karunia ini diberikan
dengan tujuan untuk membangun segenap Tubuh Kristus. Jika setiap orang
menggunakan karunianya masing-masing serta melatih orang-orang lain sesuai
dengan karunianya itu, maka Tubuh Kristus akan dibangun dan orang-orang percaya
diperlengkapi untuk melayani (bnd. Efesus 4:11-12).
·
Siapa yang dipilih dan dilatih ?
Yitro sangat bijaksana ketika ia menasihatkan Musa
tentang siapa yang harus dipilih untuk menolong Musa dalam kepemimpinannya.
Yitro menyadari bahwa jika ia memilih orang-orang yang keliru, maka hasilnya
akan lebih buruk daripada sama sekali tidak ada orang yang membantu (bnd. Kel.
18:21). Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita dalam rangka
menetapkan siapa yang akan dipilih dan dilatih, yakni: Pertama, berkaca kepada
teladan Musa (syaratnya: cakap, jujur, takut akan Allah, tidak dapat
disuap=Kel. 18:21), Paulus (2 Tim. 2:2) dan Para Rasul (Kisah Rasul 6:2-3). Kedua,
setia. Kesetiaan adalah suatu sifat yang jarang ditemukan dan yang semakin
sukar untuk didapat pada abad eksistensial sekarang ini, karena banyak orang
tidak memiliki rasa tanggung jawab (bnd. Amsal 20:6). Ketiga, bersedia. Banyak
orang yang mempunyai potensi besar untuk memimpin dan memuridkan namun
mengurangi potensi yang ada di dalam diri mereka oleh karena mereka tidak turut
ambil bagian dalam mewujudkan kepemimpinan serta pemuridan. Penyebabnya adalah
karena tidak adanya kesediaan. Mereka gagal untuk hidup sesuai dengan
prioritas-prioritasnya dan mendapati bahwa “benteng keterdesakan” memaksa
mereka semakin jauh dari sasaran-sasaran serta nilai-nilai yang kekal. Keempat,
senang diajar. Sifat penting lainnya yang perlu dicari dalam proses pemilihan
adalah sifat senang diajar. Jika seseorang tidak terbuka dan tidak rela untuk
belajar maka ia tidak akan pernah dapat melayani atau memimpin secara harmonis
dalam Tubuh Kristus. Seorang yang tidak senang diajar lama kelamaan akan
menjadi orang yang tidak bergairah dan
statis-ia hanya berada dalam pola-pola yang kaku, yang menghapuskan
keefektifannya.
Salah satu alasan mengapa Allah tidak bekerja
melalui orang-orang Farisi adalah karena mereka mempunyai sikap yang tidak
senang diajar. Mereka mengira bahwa mereka sudah tahu tentang segala hal.
Walaupun mereka adalah orang-orang yang super setia dan bersedia dalam mentaati
hukum Taurat, namun mereka memiliki sikap tidak senang diajar terhadap
Perjanjian Kristus yang Baru, dan oleh karena itu, maka Yesus harus melewatkan
mereka pada saat Ia memilih orang-orang.
Tidak peduli berapa banyak pengetahuan seseorang,
ia harus menyadari bahwa masih ada begitu banyak hal yang harus dipelajari dari
Allah kita yang tidak terbatas itu. Jika kita senantiasa terbuka untuk diajar
tentang hal-hal yang baru dari Dia, kita akan mendapati bahwa kita memiliki
kapasitas yang semakin meningkat untuk mengatasi berbagai situasi dalam
kehidupan. Kelima, lahir baru (hal ini sangat penting dan menentukan).
Bertumbuh di dalam Kristus serta memiliki keintiman (hubungan special)
dengan-Nya. Mampu secara konsisten memperlihatkan buah-buah Roh Kudus di dalam
keseluruhan penampilan hidup kesehariannya, sebagaimana yang disebutkan dalam
Galatia 5:22-23.
4. Menunjuk dan Menetapkan Tim (Panitia) Khusus PWG
Alan Brache, berkata “hanya sedikit manajer yang memiliki
pendekatan sistematis
untuk memaksimalkan produktivitas tenaga kerja”.
Statement ini menunjukkan betapa pentingnya
tenaga pelayan dan atau warga jemaat yang terlibat dalam suatu proses
tugas pelayanan, ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya. Namun dalam usaha
tersebut perlu ditempuh langkah-langkah yang sistematis agar pencapaian
hasilnya maksimal. Proses langkah awal yang perlu dikerjakan adalah penunjukan
dan penetapan team (panitia) khusus pelaksana program PWG. Hal-hal yang perlu
menjadi perhatian utama dari proses awal ini adalah orang-orang yang direkrut
haruslah terdiri dari orang-orang yang memang memiliki kemampaun dan keahlian
di bidangnya sesuai dengan kebutuhan program yang akan dikerjakan.
Team khusus inilah yang akan memikirkan dan
mempersiapkan seluruh kebutuhan PWG (khususnya juga kebutuhan financial) dan
teknis pelaksanaannya dalam suatu gereja lokal ataupun pada tingkat sinodal.
Seperti yang telah disinggung di atas, maka orang-orangnya adalah yang memang memiliki
kemampuan dan keterampilan yang lebih.
5. Menyusun Kurikulum Berbasis
Kebutuhan
Disain kurikulum harus didasarkan pada kebutuhan
dan profil warga jemaat yang diharapkan setelah mengikuti PWG. Karena itu yang
harus dikerjakan terlebih dahulu di sini adalah menetapkan indicator profil
warga jemaat yang diharapkan, kemudian identifikasi kebutuhan serta metodologi apa
saja yang diperlukan dan dapat digunakan dalam rangka pencapaian profil
tersebut tadi. Langkah-langkah praktisnya adalah diperlukan data dan pengenalan
lapangan layanan. Kalau hal itu sudah dikerjakan, maka kurikulum sudah dapat
disusun.
6. Sosialisasi Program
Sebelum program disosialisasikan, terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan formal dari pimpinan (gembala sidang), agar proses
sosialisasinya tersambut oleh warga jemaat. Mekanisme sosialisasinya adalah : melalui pengumuman resmi di gereja
(sebaiknya oleh pimpinan/sedapat mungkin gembala siding), dimuat di dalam warta
jemaat, dan atau dapat juga dimuat di majalah-majalah gereja.
7. Penyediaan Sarana Pendukung
Yang dimaksud dengan sarana pendukung di sini adalah tempat
(fasilitas) pelaksanaan PWG yang berupa gedung, ruang belajar dan seluruh
perlengkapan belajarnya. Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah
tersedianya buku-buku sumber.
[1]
French L. Arrington, Christian Doctrine; A Pentacostal
Perspective, Volume three, (Tennessee :
Pathway Press), 165
[2]
Sularso Sopater, ed., Seri Membangun Bangsa; Kepemimpinan dan
Pembinaan Warga Gereja (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), 71-73
[3] Lawrence O. Richards, A
Theology of Christian Education (Grands Rapid: Zondervan Publishing
House, 1975), 120.
[4]
William W. Menzies dan Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab (Malang: Gandum Mas,
1998), 177.
[5]
E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 2001), 53.
[6]
Bruce P. Powers, ed., Christian Education Handbook; Resources for
Church Leaders (Nashville: Broadman Press, 1981), 32.
[7] M.
Ferry H. Kakiay, ed., Gnosis; Merajut Pemahaman Transformasi
Gereja dan Pergumulan Teologi Kekinian (Jakarta : BPD GBI DKI, 2003). Japarlin Marbun,
dalam judul tulisannya: Gembala Jemaat Sebagai Pengembang Jemaat,
hal. 90-95.
Langganan:
Postingan (Atom)