Kamis, 31 Oktober 2013

"Saat Kebencian Mengaburkan Rasa Cinta Dihati"



Bisakah seorang membenci Pasangannya namun sekaligus mencintainya? Namun kenyataan banyak pernikahan porak-poranda bahkan hancur karena mereka yang dulu saling mencintai kemudian menyimpan kebencian dan kemarahan.
Namun Rasul Paulus pernah menasihatkan seperti ini: “Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya sama seperti Kristus terhadap Jemaat, karena kita adalah anggota tubuhNya. Efesus 5: 28-30.
Bukankah tidak pernah kita dengar  orang memotong tangan atau kakinya sendiri karena dia membenci bagian tubuhnya itu?  Lagi pula tidak 100% dalam diri pasangan kita itu buruk, masih ada banyak hal yang baik dalam dirinya. Namun karena kita hanya fokus kepada keburukannya, akhirnya semua kebaikan yang ada dalam dirinya kita abaikan.
Mengapa seseorang yang dulu dicintai bisa berubah menjadi pribadi yang dibenci? Permasalahannya ialah ketika sesuatu yang tidak menyenangkan bagi salah satu pasangan terjadi, hal tersbut tidak dikomunikasikan dengan baik. Akhirnya dari rasa kesal dipendam kemudian ditambah rasa kesal lainnya membuat perasaan itu menjadi marah, kemudian berkembang menjadi benci, dan puncaknya adalah rasa dendam. Lalu bagaimana mengatasi sesuatu yang terus berkembang seperti bola salju yang semakin besar tersebut.
1.      1. Jika perasaan yang mengganjak, komunikasikan dengan baik terhadap pasangan.
Jadi, jangan ungkapkan dengan mengomel, ataupun intonasi suara yang tinggi. Sebaliknya tenangkan emosi anda,ajak pasangan anda berdiskusi dengan kepala dingin kemudian ungkapkan perasaan anda dengan jujur.
2.      2. Hargai Perasaan dan Respon pasangan Anda.
Ketika anda mengungkapkan rasa kesal anda dengan cara konstruktif, anda juga harus siap dengan responnya dan mau mendengarkan pendapatnya.
3.      3. Lapangkan Dada Untuk memberikan Pengampunan dan Juga Maaf kepada pasangan Anda.
Ijinkan kasih Tuhan mengalir dalam hidup anda dan memampukan anda untuk mengasihi dan mengampuni pasangan. Demikian juga rendahkan hati untuk mau mengakui kesalahan dan minta maaf. Jangan pernah menyimpan kesalahan pasangan anda terlalu lama, ingatlah nasihat untuk memadamkan amarah sebelum matahari terbenam. (Efesus 4:26) percayalah ini akan sangat melegakkan hati.
4.      Berdoalah bagi pasangan anda.
Ada kondisi-kondisi yang kadang diluar jangkauan kemampuan kita, untuk itu bawalah masalah-masalah tersebut dihadapan Tuhan. Berdoalah bagi pasangan anda. Doa adalah alat Tuhan pertama-tama untuk mengubah diri kita, baru kemudian menjamah kehidupan orang yang kita doakan.
Jika pernikahan anda mengalami goncangan, jangan cepat-cepat mengatakan benci kepada pasangan anda, apalagi cerai. Ingatlah prinsip ini, bahwa suami istri adalah satu tubuh, dan menceraikan pasangan anda sama saja mengamputasi bagian tubuh anda sendiri.  Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, datanglah kepada Tuha dan ijinkan Dia bekerja untuk memullihkan anda dan pasangan anda.

Selasa, 29 Oktober 2013

Tujuan Pernikahan Kritsen



Oleh: Dr. Yakub B. Susabda
Apa tujuan dari pernikahan dan keluarga Kristen? Untuk maksud apa orang Kristen menikah dan berkeluarga? Pertanyaan yang sering kita dengar ini sudah coba dijawab, baik melalui konseling pranikah, ceramah-ceramah, maupun seminar-seminar. Bahkan hampir setiap buku tentang pernikahan dan keluarga Kristen selalu dimulai dengan membahas pertanyaan ini. Meskipun demikian selalu saja pertanyaan ini ditanyakan. Rupanya keragu-raguan tak dapat disingkirkan dari dalam hati banyak orang karena mungkin realitanya mereka sendiri menjalani kehidupan pernikahan dan keluarga yang sekali-kali tidak berbeda dari orang-orang non-Kristen. Yaitu kehidupan pernikahan dan keluarga "yang alami/natural" di mana orang bertemu, saling mencinta, membuat tekad bersama, meresmikan ikatan mereka, hidup bersama, bekerja mengumpulkan uang dan harta benda (untuk dinikmati bersama sampai hari tua), melahirkan anak-anak, mendidik, membesarkan, dan mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang mandiri dan bahagia. Yah suatu kehidupan dengan tujuan kebahagiaan.
Inilah tujuan dari pernikahan dan keluarga "yang alami" yang memang secara praktis sudah coba dijalani oleh hampir setiap orang, termasuk umat Kristiani. Tidak heran jikalau pergumulan mereka dalam pernikahan dan keluarga seringkali hanyalah untuk mengatasi dan menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses pernikahan dan keluarga mereka yang *KOSONG* untuk membentuk pernikahan dan membangun keluarga yang bahagia adalah suatu kesia-siaan jikalau itu semata- mata manifestasi proses alami, tanpa tujuan seperti yang telah ditetapkan oleh Allah.
Pernikahan dan keluarga Kristen mempunyai tujuan yang jelas karena memang untuk maksud itulah Allah menciptakan lembaga pernikahan. Bahkan Allah menetapkan bahwa lembaga pernikahan dan keluarga menjadi pusat kehidupan manusia seutuhnya, karena:
  1. Melalui pernikahan dan keluarga Kristen manusia dipersiapkan untuk betul-betul menjadi manusia yang seutuhnya. Sangat mengherankan, bahwa bukan gereja dan bukan pula sekolah yang ditetapkan Allah untuk membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya, tetapi keluarga. Melalui keluarga:
    1. Manusia belajar mengembangkan pattern/pola kerja dari jiwa yang cocok untuk memahami kasih Allah yang unconditional (kasih yang tak bersyarat).
Alkitab menyaksikan bahwa Allah yang sejati adalah Allah yang kasih-Nya unconditional. Artinyam Ia adalah Allah yang mengasihi manusia bukan oleh karena kondisi manusia yang sudah pantas untuk dikasihi. Alkitab bahkan menyaksikan bahwa "....waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang berdosa" (Roma 5:6). Artinya sementara manusia masih dan sedang berkanjang dalam dosa dan melawan Allah, Allah mengutus Putra-Nya yang Tunggal untuk mati bagi mereka dan menebus dosa mereka. Kasih Allah adalah kasih yang unconditional.
Coba bayangkan, apa yang terjadi dan bagaimana manusia dapat "mengenal dan menghayati" kasih Allah tersebut, jikalau mereka lahir dibesarkan dalam keluarga di mana jiwa mereka cuma terlatih untuk mengerti kasih yang conditional, kasih yang bersyarat. Banyak anak, termasuk anak-anak dalam keluarga Kristen yang hanya merasakan kasih orangtua pada saat mereka *KOSONG* orang-tua berubah dan kasihnya tak dapat dirasakan lagi. Pada saat-saat seperti itu, disiplin menjadi punishment, dan nafsu kemarahan hanya mengkomunikasikan hukuman, kebencian, dan penolakan saja. Meskipun mungkin setelah itu disesali, tetap pattern/pola jiwa yang hanya mampu berkomunikasi dengan kasih yang conditional-lah yang telah terbentuk. Pattern/pola jiwa ini akan terbawa sepanjang umur hidup mereka. Sehingga pemahaman cognitif rasionil bahwa kasih Allah adalah kasih yang unconditional, tidak pernah dapat benar-benar diterima dan dihayati oleh jiwa mereka. Mungkin mereka sudah dilahirkan baru dan diselamatkan, tetapi sulit bagi mereka untuk tumbuh secara rohani karena jiwa mereka terjerat pada pattern/pola yang hanya bisa berkomunikasi dengan kasih yang conditional saja.
    1. Manusia belajar mengembangkan pattern/pola kerja jiwa yang cocok untuk memahami kehendak Allah yang predictable (yang dapat diduga).
Alkitab juga menyaksikan bahwa Allah yang hidup adalah Allah yang berkehendak dan kehendak-Nya predictable. Ia bukan Allah yang firman- Nya tersembunyi, atau terlalu sulit untuk difahami. Ia adalah Allah yang firman-Nya dianugerahkan begitu dekat, bahkan menyatu dengan hati, mulut dan bibir anak-anak-Nya (Ulangan 30:11- 14, 4:7-8). Orang percaya disebut sebagai sahabat-sahabat-Nya (bukan hamba-hamba) karena "segala sesuatu yang diketahui Allah, yang perlu untuk keselamatan dan kehidupan dalam kebenaran" sudah diberikan kepada mereka (Yohanes 15:14-15). Allah adalah Allah yang firman-Nya predictable.
Celakanya manusia selalu terjebak dalam keinginantahuan atas hal-hal yang sekunder, yang Allahpun sebenarnya tidak selalu menetapkan sama seperti Ia telah menetapkan kehendak-Nya dalam keselamatan dan kehidupan dalam kebenaran-Nya. Dalam hal-hal sekunder inilah manusia terjebak pada kehendak Allah yang seolah-olah unpredictable (yang tak dapat diduga). Padahal yang terjadi seringkali adalah manusia menghadapi dengan realita dari buah interaksi antara dirinya yang berdosa dengan hukum alam (natural laws) yang diciptakan Allah. Soal sakit dan kesembuhan, hal menanamkan modal, keuntungan atau kerugian dalam usaha, tujuan dan cita-cita pribadi, pergaulan dan hal memilih jodoh, studi, karir, adalah hal-hal yang sekunder, yang bobot kepentingannya tidak sama dengan kepentingan dari keselamatan dan kehidupan dalam kebenaran. Dalam hal-hal inilah kehendak Allah seolah-olah dirasakan unpredictable, karena pada akhirnya setiap manusia harus bertanggung-jawab sesuai dengan pertanggung-jawaban, kebebasan dan level kematangan pribadinya.
Kembali ke persoalan semula, kita percaya bahwa dalam keluarga Kristen manusia ditetapkan untuk mengembangkan pattern/pola kerja jiwa yang cocok untuk memahami kehendak Allah yang predictable. Kehendak Allah dalam konteks keselamatan dan kehidupann dalam kebenaran-Nya adalah kehendak Allah yang predictable. Dan hal yang menghayati realita *KOSONG* Oleh sebab itu, masalah ini menjadi masalah yang krusial pada saat kita menemukan betapa banyaknya orang Kristen yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga di mana pattern/pola jiwa yang cocok untuk ini tidak pernah dikembangkan. Banyak anak-anak keluarga Kristen yang pengalaman dengan orangtuanya justru mengembangkan pola jiwa yang cuma cocok untuk berhubungan dengan kehendak yang unpredictable. Misalnya, pada saat senang orang-tua begitu permisif mengijinkan anak untuk nonton TV sampai larut malam. Tetapi hari berikutnya, pada saat hatinya kurang senang, orang-tua melarang dan dengan sikap yang sangat tidak bersahabat memarahi anak-anak ketika mereka duduk nonton TV di sore hari. Sikap unpredictable ini bukan hanya menghancurkan pembentukan konsep tentang nilai (mana yang baik dan mana yang tidak baik), tetapi yang lebih serius, ini akan menutup kemungkinan bagi jiwa mereka menghayati kebenaran Alkitab bahwa kehendak Allah betul-betul sudah disediakan dan predictable.
    1. Manusia belajar untuk mengembangkan jiwa yang dapat mempercayai sesamanya.
Jiwa yang dapat mempercayai (trusting) adalah jiwa manusia sebagai makhluk sosial. Tanpa jiwa yang dapat mempercayai, manusia sulit bergaul dan bekerja sama dengan sesamanya dan tidak mampu membangun kehidupan bermasyarakat. Manusia menjadi anti-sosial dan hidup dalam dunianya sendiri. Bahkan manusia hidup dengan hukum- hukum yang diciptakan dan dianutnya sendiri. Ia menjadi manusia egoistik dan tidak berperasaan. Dengan kata lain, manusia kehilangan keutuhannya sebagai manusia, jikalau ia tidak mempunyai jiwa yang dapat mempercayai sesamanya.
Jiwa yang "dapat mempercayai sesamanya" ini biasanya terbentuk dan berkembang pada masa kecil, sejak lahir sampai kira-kira berusia 2 th. Pembentukan dan perkembangannya hanya terjadi dalam konteks keluarga yang hangat yang mengenal dan mempraktekkan cinta kasih secara konsisten. Tanpa cinta kasih dari orang-tua (terutama ibu) perkembangan jiwa anak akan terhambat dan anak tidak lagi mempunyai kemampuan untuk dapat mempercayai sesamanya. Betapa besarnya peran keluarga dalam pembentukan manusia yang seutuhnya.
    1. Manusia belajar mengembangkan jiwa yang dapat menghargai kemampuan dan karyanya sendiri.
Dengan bakat otonomi, inisiatif dan industri, manusia barulah menjadi manusia seutuhnya, yang berkarya, dan berinovasi untuk menjadi berkat dalam kehidupan ini. Tanpa jiwa yang menghargai kemampuan dan karyanya sendiri, manusia menjadi manusia yang tidak berguna, yang menjadi beban bagi sesamanya.
Perkembangan jiwa dengan kualitas ini merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa itu, manusia tidak pernah siap untuk menjadi manusia yang seutuhnya dan sekali lagi hal *KOSONG* industri dibentuk, yaitu melalui sikap orangtua yang mendorong pertumbuhan jiwa yang sehat tersebut sejak anak berusia 3 tahun.
Orang-tua yang membelenggu anaknya dengan 1001 macam peraturan dalam rumah, mematikan curiosity (keinginan tahu) si anak, dan takut dirugikan dengan kreativitas di luar kemauannya, akan menghasilkan anak-anak dengan jiwa ragu-ragu, terus-menerus merasa bersalah, dan rendah diri. Anak-anak ini di kemudian hari akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang tanpa inisiatif, dan tak punya "self confidence dan self-esteem" (kepercayaan dan penghargaan pada dirinya sendiri)." Mereka akan menjadi manusia-manusia yang tidak berguna. Dengan ini sekali lagi kita disadarkan betapa besarnya kepentingan dan peran dari keluarga.
  1. Melalui pernikahan dan pembentukan keluarga, orang percaya dipanggil untuk masuk ke dalam proses pendidikan yang paling efektif.
Alkitab menyaksikan bahwa manusia diciptakan Allah menurut rupa dan gambar-Nya (Kejadian 1:26). Dan salah satu karekteristik dari natur manusia yang istimewa ini adalah pertumbuhannya yang tidak mengenal kata cukup. Manusia diciptakan untuk terus-menerus tumbuh dalam bakat, talenta dan kebenaran. Sehingga manusia dapat dipersiapkan untuk menjadi partner (rekan kerja) Allah dalam mengerjakan dan mengelola seluruh ciptaanNya (Kejadian 1:28, Efesus 2:10).
Sayang sekali proses pertumbuhan ini mandeg, bahkan menjadi kacau- balau setelah manusia jatuh dalam dosa. Sejak itu menusia tidak lagi menyadari akan maksud Allah dengan pernikahan dan pembentukan keluarga supaya melalui itulah manusia masuk dalam proses pertumbuhan yang tidak henti-hentinya. Di mata Allah, pernikahan dan pembentukan keluarga adalah sarana pendidikan yang paling efektif. Tidak heran jikalau setalah menciptakan Adam, Allah berfirman, tidak baik kalau manusia itu seorang diri. "Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan baginya" (Kejadian2:18). Hubungan antara Adam dengan "penolongnya yang sepadan" adalah hubungan suami-istri yang sah. Yaitu hubungan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah dipersatukan oleh Allah, yang mengikatkan mereka dalam ikatan yang istimewa yang akan memaksa mereka untuk terus-menerus tumbuh. Dalam hubungan dengan istrinya, Adam terpaksa harus belajar menahan diri, bersabar, peka terhadap perasaan dan jalan pikiran orang lain, dan bahkan menghargai pendapat yang mungkin sangat berbeda dengan pikirannya sendiri. Adam harus bergumul dan dapat mentaklukkan selera dan perasaannya sendiri yang berubah-ubah. Ia harus terus- menerus belajar mengasihi isterinya dalam keadaan apapun. Termasuk dalam keadaan dimana isterinya mungkin menjadi seorang yang sangat menjengkelkan hatinya." *KOSONG* pekerjaan yang Allah percayakan padanya dengan hasil yang sangat baik pula (misalnya, dalam menggarap bumi ini). Meskipun demikian, di mata Allah Adam seorang dirinya sendiri "tidak baik." Allah tidak terlalu mempedulikan "hasil/achievement," atau apa yang Adam bisa kerjakan. Allah lebih mempedulikan apa yang terjadi dalam "hati" Adam. Sebagai peta dan gambar Allah, Adam harus menjadi "makluk yang terus-menerus tumbuh dalam kebenaran." Itulah maksud dari inisiatif Allah dalam pernikahan dan pembentukan keluarga. Betapa pentingnya pernikahan dan pembentukan keluarga di mata Allah. Karena melalui itulah manusia dapat mengalami pertumbuhan dalam kebenaran.

Jumat, 19 Juli 2013

Sedikit Belajar Bahasa Daerah Sabu NTT

Era Nga'a, Nga'a. Era Jigga Perai = Ada makan, makan. Ada Kerja, lari.
Mai ma Nginu ai ko = Mari minum Air dulu
Dai Meringi lodo de = Hari ini dingin sekali
Menganga = lapar
Kae nga'a = tangan
Kae Jalla = kaki
Kattu = kepala
Ru Kattu = rambut
Bole meda'u = jangan takut
Mai we di ma Jigga hela'u-la'u = marilah kita kerja sama-sama
Nginu Kowi ko = minum kopi dulu

Dai ta bale ke ya = saya ingin pulang
Dai haja ya nga au = aku sangat sayang kamu
bole bani nga ya = jangan marah dengan saya
Dai Banni iye aulodo de = cantik sekali kamu hari ini/ kamu cantik sekali hari ini
Dai Padda ade ya = aku sangat sakit hati (kecewa).
Jammiae = pagi

Hedai Manu = daging ayam
Hedai wawi = daging babi
hedai Ngaka = daging anjing
Hedai nadu'u = daging ikan
hedai Hapi = daging sapi

Deo : Tuhan/Allah
Muri Di = Tuhan Yesus
Deo Ama = Allah Bapa
Deo Ana= Allah Anak

Mai Ma de = mari sini, mari kemari, ayo kesini
do tarra-tarra = sungguh-sungguh
Bole pe Kale lai = jangan cari masalah
Bole pe hala = jangan berkelahi
Ado do iye kiri pe hala = tidak baik kalau berkelahi



Sedikit mengetahui Bahasa Sabu NTT

Ta lami? = mau kemana?
Ta la Pehia ko = mau jalan-jalan dulu
Pehia lami?= jalan-jalan kemana?
la kale bara la mall ko = mau cari pakaian di mall dulu

Nga'a = makan
Mai ma nga'a = mari makan
Nga'a nga ninga? = makan dengna apa?
Nga'a nga hedai = makan dengan daging

Menganga = lapar
ya = saya
au = kamu/lu
nadu? =siapa?
meda'u = takut
bole meda'u = jangan takut
bajji = tidur
mai we ma bajji = mari tidur/ ayo mari tidur

Ta nga? = kenapa?
Di = kita
Hedai = daging
Ngallu = angin
Madda = Malam


Bagaimana Kita Mengasihi Tuhan? Bagian II

Mari kita melihat Apa yang Alkitab katakan mengenai Kasih. ketika orang-orang Farisi berkumpul dan salah satu seorang ahli taurat berkata untuk mencobai Yesus mengenai hukum manakah yang terutama yang terdapat dalam Hukum Taurat (Mat 22:34-40), apa yang Yesus katakan?  Yesus menekankan yang terutama ialah Mengasihi Tuhan, kemudian dalam ayat yang 39 dikatakan Kasihilah sesamamu manusia. Siapakah sesamamu manusia disini? mari kita coba melihat pertanyaan seseorang yang megajukan pertanyaan mengenai siapakah sesamaku manusia dalam kisah Orang samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37) dalam kasus ini berawal dari seorang ahli taurat bertanya bagaimana mendapatkan hidup yang kekal, dan kemudian Yesus berbalik dan bertanya mengenai apa yang tertulis dalam hukum taurat, dan ia pun menjawab mengenai hukum pertama mengenai Mengasihi Allah dan kedua mengenai mengasihi sesamamu manusia. dan dilanjutkan dengan pertanyaan dari ahli taurat tu tentang siapakah sesamaku manusia. dan dilanjutkan oleh Yesus dengan perumpamaan orang samaria yang murah hati yang kemudian datang menolong orang yang dikeroyok oleh sekelompok penyamun, ia membawa dan mengobatinya hingga sembuh.

Dari perumpamaan ini kita mendapat kesimpulan bahwa mengasihi disini ialah yang datang dari dalam hati yang tulus dan pengenalan akan Kristus. apa yang dikatakan dalam hukum pertama mengenai kasih adalah itu merupakan patokan utama kita sebagai orang kristen. bagaimana mungkin kita bisa mengasihi sesama kita jika kita tidak mengasihi Allah terlebih dahulu. Ingat! apa yang dikatakan Allah dengan kalimat mengasihi? apakah hanya sekedar mengasihi dengan tindakan kecil atau hanya pengakuan dimulut saja? bukankah Alkitab berkata agar kita dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan, dan dengan segenap akal budi kita? apa maksudnya ini? apakah ini hanya sekedar kata-kata biasa saja? tentunya tidak. tentunya Allah menekankan bahwa ketika kita mengambil keputusan untuk mengasihi Tuhan, artinya kita menaruh keseluruhan hidup kita untuk mengasihi Tuhan. bukan hanya sekedar mengasihi, tetapi mengasihi dengan Power Full. sebab ketika kita mengasihi Allah dengan segala keseluruhan hidup kita, maka kasih yang dari Allah itu akan turun dalam kehidupan kita dan kemudian itu kita pancarkan melalui tindakan kita kepada sesama kita. sebab bagaimana seseorang berkata bahwa saya mengasihi sesama saya sedangkan ia tidak mengasihi Tuhan? oleh sebab itu. bagaimana kita dapat mengasihi sesama kita ialah dengan cara kita terlebih dahulu mengasihi Allah.
kita tidak dapat mengaihi musuh kita, kita tidak dapat mengasihi orang-orang yang menyakiti hati kita jika kita memiliki pengenalan akan Kasih Allah dalam kehidupan kita dan jika kita juga tidak mengasihi Allah secara utuh. ingatlah Orang samaria yang tadi, apa yang ia lakukan? apakah ia mengenal orang itu? tentunya tidak. lalu apa yang ia lakukan? ia membawanya, dengan penuh tanggung jawab ia pergi mengobati ke kota hingga sembuh. ini adalah suatu bentuk atau tindakan nyata dari cara kita mengasihi sesama kita manusia. bukan hanya sebatas orang-orang yang kita kenal saja, namun mereka yang perlu kita kasihi adalah mereka yang tidak mendapat kasih dari orang Lain dan kita datang dengan Kasih yang dari pada Allah, dan melalui kasih itu kita dapat memperkenalkan kasih Allah itu lewat hidup kita kepada banyak orang.

Benarkah Kita Mengasihi Tuhan? bagian I

Berbicara mengenai KASIH ini sudah tidak asing lagi, baik dikalangan orang tua maupun anak-anak sudah mendengar mengenai kata ini. Bagaimana mengasihi sesama.. bagimana mengasihi seorang yang menyakiti hati kita, bagaimana mengasihi orang yang sangat membenci kita dan berbagai macam kasih lainnya. Saya memiliki seorang sahabat, ia memiliki seorang kekasih dan ia begitu mengasihi dan mencintainya, dan merekapun berjanji untuk saling setia hingga suatu saat mereka bercita-cita memiliki keluarga atau rumah tangga yang bahagia. Tapi dengan seiring berjalannya waktu, kebosanan demi kebosanan pun mulai datang. Dan akhirnya kekasihnya pun pergi dan menghianati dia. Dan akibatnya itu menimbulkan kebencian yang sangat mendalam dalam dirinya. Ia tidak lagi ingin bertemu dengan mantan kekasihnya itu. Bahkan ia mengatakan bahwa ia akan membencinya seumur hidup. Saat itu saya belum begitu lama bersahabat dengannya. Dan kemudian setelah sekian lama ia datang kepada saya dan memberikan setiap keluhannya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa “tidakkah kamu harus bersyukur? Coba kamu lihat dirimu, ketika engkau mulai membenci orang itu maka kesedihan itu akan terus ada dalam hatimu karena engkau tidak mau mengampuni dia”. Saya terus menerus berusaha untuk menghiburnya, namun saya melihat bahwa begitu besar kebencian yang ada dalam hatinya. Dan itu membuat dia menjadi depresi. Satu lagi kejadian, seorang yang sudah bersahabat sejak lama, dan ini tentunya bukan lagi hal yang biasa. Mereka bersahabat begitu lama, namun suatu saat merekapun terlibat perseteruan dan akibatnya mereka menjadi bermusuhan, dan masing-masing menceritakan kejelekan masing-masing, sehingga mereka memilih untuk tidak lagi berdamai. Dari contoh ini, ini hanyalah sebagian kecil contoh dimana ada begitu kebencian yang hebat didalamnya. Tentunya setiap orang ketika berada dalam posisi demikian tentunya akan melakukan hal-hal yang demikian pula.
            Saya hanya ingin mencoba memberikan pemahaman kita mengenai betapa pentingnya kita mengasihi, terutama kita sebagai umat kristiani. Bukankan kita sudah mendengarnya sejak kecil bagaiamana kita harus mengasihi orang lain, diceritakan disekolah minggu bahkan dirumah. Namun apakah itu kita aplikasikan dalam hidup kita? Dan bagaimana kita mengatakan saya adalah orang Kristen, saya sangat mengasihi Tuhan, saya sangat mengasihi teman saya bahkan musuh saya! Apakah benar demikin?  Bagaimana kita membuktikannya bahwa kita mengasihi Tuhan dan sesame kita? Apakah kita mengasihi sebatas karena orang lain mengasihi kita dan apakah kita mengasihi dikarenakan mereka adalah orang yang pantas dikasihi dan yang lainnya tidak? Lalu apa makna mengasihi sesungguhnya? Dan apakah kita hanya bisa mengasihi orang yang kita kenal saja?
            Pertanyaan-pertanyaan seperti ini banyak diberikan kepada kita. Dan mungkin dari pertanyaan ini kita akan mengambil kesimpulan bahwa ya… saya bisa mengasihi.

KEUNGGULAN KHOTBAH EKSPOSITORI

1.      Firman Allah diajarkan: jadi seorang pengkhotbah  ekspositori  harus  terleih dahulu bergumul dengan nas Alkitab.  Oleh sebab itu seorang pengkhotbah seperti ini harus lebih banyak mempelajari  Firman Allah. Jadi melalui khotbah ini pendengar atau jemaat  tidak hanya sekedar mendengar  mengenai teori ataupun filsafat berkhotbah, tetapi mereka juga bisa belajar Firman Allah. Karena disini nas Alkitab menjadi pusat dari khotbah itu sendiri dan setiap jemaat yang mendengarkannya pun memiliki kesempatan untuk lebih sering bertemu dengan Firman Allah. Jadi melalui khotbah ekspositori ini pengkhotbah dan pendengar memiliki  pertumbuhan secara bersama-sama secara Alkitabiah. Khotbah ini juga lebih menekankan inti utama dari Alkitab itu sendiri dan mendorong  kepada para jemaat untuk memperhatikan setiap teks Alkitab.
2.      Perhatian Pengkhotbah diluaskan. Jika kita berkhotbah ekspositori secara berseri  bagian yang biasanya tidak dikhotbahkan juga harus dikhotbahkan.  Oleh karena itu sebagai seorang pengkhotbah harus memperhatikan dan mempelajari teks ALkitab yang biasanya tidak dipelajari. Artinya ia harus mengkhotbahkan teks yang tidak ditekankan juga. Proses ini dapat memperluaskan khotbah kita, karena teks Alkitab yang baru dipelajari  dan perhatian kita menjadi lebih luas. Biasanya para pengkhotbah memiliki tema yang ditekankan dan disukai, itu dikarenakan mereka tidak memiliki banyak pengetahuan tentang isi yang lainnya. Jadi jika kita ingin mengetahui lebih banyak tentang Alkitab, maka kita harus memiliki minat , karena kita berminat banyak, maka kita akan sungguh-sungguh belajar. Untuk berkhotbah ekspositori  jika kita belajar atau bergumul dengan yang ada diluar minat kita, kita akan memperhatikan tema yang baru dan akan belajar tentang berbagai bagian tema.
Misalnya: Kalau seorang pengkhotbah mau menafsirkan kitab Pengkhotbah secara ekspositori, ia pasti menemukan isi yang biasanya tidak diminati. Oleh karena itu Pengkhotbah masuk ke bagian tema yang baru, dan ini menjadikan pengkhotbah lebih bervariasi. Tetapi jika Pengkhotbah berkhotbah secara topical saja, pengkhotbah selalu menekankan  tema yang disukainya dan berkhotbah searah saja. Lalu kemudian para pendengar merasa bosan tentang tema yang diulang-ulang. Biasanya pengkhotbah merasa tema yang dia bawakan berulang itu merasa penting baginya namun ternyata tidak selalu disukai oleh pendengar.

3.      Subyektifitas Pengkhotbah diatasi. Pengkhotbah ekspositori juga ternyata dapat mencegah pengkhobah  jatuh kedalam pikiran subyektifdiri sendiri yang dikarenakan oleh cara khotbah itu sendiri. Dan akibatnya khotbha kita tidak dapat menjadi obyektif total. Jika kita berkhotbah, kita akn sulit untuk berbebas dari subyektifitas pengkhotbah secara total. Tetapi pengkhotbah dapat mengecilkan subyektivitas yang dimilikinya melalui khotbah ekspositori.
4.      Kesulitan Memilih teks dipecahkan.  Jika berkhotbah dengan cara ekspositori berseri , teks yang dikhotbahkan berikutnya sudah ada di dalam urutannya.  Biasanya kesulitan para pengkhotbah adalah dengan topic apa yang akan dikhotbahkan minggu depan. Tetapi jika kita berkhotbah secara ekspositori, waktu untuk memilih teks dapat dipakai untuk menyiapkan khotbah.

5.      Pengkhotbah diyakinkan. pengkhotbah ekspositori dapat mencegah pemikiran pribadi pengkhotbah. Jadi khotbah itu menjadi kerygma Allah yang benar dan pengkhotbah meyakinkan diri bahwa inilah pesan dari Allah dan bukan hanya pesan si pengkhotbah sendiri. 

Jumat, 12 Juli 2013

ATURAN WAJIB “CURHAT”



“Tidak… Gimana bisa temen sekelas tahu masalah gw? Gw kan Cuma cerita ama si Dian doank. Hmm curhak mank gak boleh sembarangan Sob, You Should know the Rule”. Yukkk kita simak aturannya dalam memberikan curhatan kita:

Pilih-pilih Temen
Jangan curhat kesembarang orang. Pastikan orang tersebut dapat dipercaya dan dapat memegang rahasia kita. Jika kita salah memilih temen curhat, maka curhatan kita bisa tersebra kemana-mana dan tentunya kita nggak mau donk pastinya. Iya kan???

Nggak saat emosi
Nah… satu pertanyaan nh… apa sih yang menjadi tujuan kita jika kita ingin curhat? Kita pengennya dapet solusi atas masalah kita ato pengen share aja? Pastinya nggak buat ngejelek-jelekin orang lain kan? Kalo tujuanmu biar dapet solusinya, pastikan orang yang kamu curhatin itu bisa ngasih solusi yang baik buat kamu. Tapi kalo tujuanmu untuk berbagi rasa, pastikan orang yang kamu curhatin bisa bikin suasana hatimua menjadi lebih baik.

Konteks Yang semibang

Curhat bisa menambah kedekatan kita dengan sahatab terkasih. Tapi jangan terlalu berlebihan dalam membuka diri sob. Hingga sohib kita tahu segala sesuatu tentang hidup kita. Cukup hanya sejauh lawan bicara saja.